Penulis: KH. Dr. Wido Supraha, M.Si.
Wakil Ketua Umum DPP PUI | Kepala Pusat Studi Islamisasi Sains Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor | Anggota BPH Universitas Halim Sanusi | Kepala Badan Penyelenggara Daarul Uluum PUI Majalengka
Allah SWT menciptakan bumi, langit dan manusia, dan kemudian menciptakan waktu. Sejak awal penciptaannya, jumlah bilangan di sisi Allah adalah 12 (dua belas) bulan. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat At-Taubah [9] ayat 36:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦
Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan,326) (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.
- 326) Allah Swt. menetapkan periode orbit bumi mengitari matahari selama setahun yang setara dengan dua belas bulan, yaitu dua belas kali ketampakan bulan sabit akibat bulan mengitari bumi. Keteraturan periode waktu inilah yang menjadi patokan untuk perhitungan waktu.
Allah SWT menciptakan bulan dan matahari adalah dengan tujuan agar manusia memiliki panduan dalam beribadah, baik dalam konteks harian maupun bulan. Seperti dalam Surat Yunus [10] ayat 5:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Di antara 12 (dua belas) bulan itu adalah Sya’ban, yang terletak di antara Rajab dan Ramadhan. Bagi Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi:
شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقِيِّ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادُ الزَّرْعِ
“Bulan Rajab saatnya menanam, Bulan Syakban saatnya menyiram tanaman, Bulan Ramadan saatnya menuai hasil.”
Oleh karenanya, dalam sejarah peradaban Islam, bulan Sya’ban juga termasuk bulan yang sangat penting, sebagaimana setiap bulan juga memiliki keutamaannya. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki (1947-2004 M) mengatakan bahwa minimal terdapat 3 (tiga) peristiwa yang terjadi di bulan Sya’ban, yaitu:
1. Peralihan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram.
Menurut Imam al-Qurthubi saat menafsirkan surat Al-Baqarah [2] ayat 144 dalam Al-Jami’ li Ahkāmil Qur’an, peristiwa ini terjadi pada malam Selasa, yang bertepatan dengan malam Nishfu Sya’ban
2. Penyerahan Catatan Amal dalam konteks tahunan
Sebagaimana Usamah bin Zaid r.a. dahulu pernah bertanya kepada Rasulullah saat mengetahui beliau banyak melakukan puasa sunnah di bulan Sya’ban, sebagaimana riwayat an-Nasa’i:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Aku (Usamah bin Zaid) berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa di satu bulan melebihi puasamu di bulan Sya’ban.” Rasulullah menjawab, “Ini adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu antara bulan Rajab dan Ramadhan. Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada Rabb semesta alam. Karena itu aku ingin saat amalku diangkat kepada Allah, aku sedang berpuasa.”
3.Turunnya Surat Al-Ahzab [33] ayat 56 yang menganjurkan manusia untuk bershalawat
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ٥٦
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.
Bagi seorang Muslim, ketika diberikan kesempatan bertemu dengan bulan Sya’ban, tentu hal yang pertama harus dilakukan adalah: bersyukur. Bersyukur karena Allah SWT masih memberikan kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki diri, membayar hutang kepada Allah SWT dan kemudian kepada sesama manusia, dan mempersiapkan amal yang lebih baik lagi untuk hari sesudah kematian. Rasa syukur itu sendiri menunjukkan tegaknya adab dalam diri manusia, sebuah bentuk kedisiplinan dalam akal, jiwa dan jasad.
Di antara adab yang hendaknya ditegakkan dalam mensyukuri bulan Sya’ban adalah sebagai berikut:
1. Membaca do’a awal bulan, memohon keberkahan dan keamanan
Sebagaimana setiap awal bulan, maka ketika melihat telah disepakatinya masuk bulan Sya’ban, hendaknya membaca do’a melihat hilal untuk memohon keamanan, keimanan, keselamatan dan keislaman di bulan Sya’ban ini. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana riwayat Ahmad no. 888 atau ad-Darimi no. 1729:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ، وَالتَّوْفِيقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ
Allahu Akbar, Ya Allah, Jadikanlah hilal itu bagi kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan islam, dan membawa taufiq yang membimbing kami menuju apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Tuhan kami dan Tuhan kamu (wahai bulan), adalah Allah.
2. Mempersiapkan diri memasuki bulan suci Ramadhan
Memahami bahwa setelah bulan Sya’ban adalah Ramadhan, maka tentu tinggal di bulan Sya’ban inilah seseorang terakhir kalinya mempersiapkan dirinya secara maksimal, sebelum hadirnya bulan Ramadhan. Rasulullah SAW berdo’a sebagaimana riwayat Imam Ahmad (1/259), Ibnu Suniy dalam ’Amal al-Yaum wa al-Lailah, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/1399), an-Nawawi dalam al-Adzkar (245), dan ath-Thabarani:
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان
“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta pertemukanlah kami dengan Ramadhan.”
3. Memperbanyak do’a memohon ampunan Allah SWT
Di antara do’a pertaubatan yang pantas didahulukan untuk dibaca tentu adalah meneladani Rasulullah SAW. Rasulullah SAW berdo’a sebagaimana riwayat al-Bukhari no. 6398 dan Muslim no. 2719:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى وَجَهْلِى وَإِسْرَافِى فِى أَمْرِى وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى جِدِّى وَهَزْلِى وَخَطَئِى وَعَمْدِى وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِى
Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku.
Ya Allah, ampunilah aku, kesalahan yang kuperbuat tatkala serius maupun saat bercanda dan ampunilah pula kesalahanku saat aku tidak sengaja maupun sengaja, ampunilah segala kesalahan yang kulakukan)
Kemudian melanjutkan dengan do’a agar dimudahkan dalam melakukan ragam amal kebaikan di bulan Sya’ban ini dan waktu-waktu selanjutnya. Rasulullah SAW memohon akan hal ini sebagaimana riwayat at-Tirmidzi no. 3233:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ
وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِYa Allah, aku memohon pada-Mu agar mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.
4. Memperbanyak puasa Sunnah yang telah dimulai sebelum pertengahan Sya’ban
Di bulan Sya’ban inilah, Rasulullah SAW memperbanyak melaksanakan puasa Sunnah, sehingga berpuasa adalah sebuah amalan yang paling utama di bulan Sya’ban ini. Di dalam riwayat al-Bukhari, no. 1833 dan Muslim, no. 1958, disebutkan oleh Sayyidah ‘Aisyah r.a.:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berpuasa sehingga kami berkata beliau tidak berbuka, dan beliau senantiasa berbuka sehingga kami berkata beliau tidak berpuasa. Maka aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan, dan aku tidak melihat puasa beliau yang lebih banyak dibandingkan puasa bulan Sya’ban.”
Berkata Al-Imam Ibn Rajab al-Hanbali (1335-1393 M):
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah dalam Lathaif Al-Ma’arif mengatakan, “Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Syakban karena puasa Syakban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Syakban. Karena puasa di bulan Syakban sangat dekat dengan puasa Ramadan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadan.”
5. Membayar hutang puasa Ramadhan yang belum terlaksana
Sayyidah ‘Aisyah sendiri membiasakan dirinya untuk membayarkan hutang puasa di bulan Sya’ban. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1950 dan Muslim, no. 1146:
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ،
فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban.”
6. Meningkatkan frekuensi tilawah Al-Qur’an
Berkata Salamah bin Kahil rahimahullahu Ta’ala:
كَانَ يُقاَلُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ القُرَّاءِ
“Dahulu bulan Syakban disebut pula dengan bulan para qurra’ (pembaca Alquran).”
7. Menjauhkan diri dari amaliyah yang tidak ada tuntunannya
Sebagaimana bahwa syarat diterimanya amal ada 2 (dua) yakni keikhlasan niat dan mengikuti Rasulullah SAW (mutaba’ah). Maka, jangan sampaikan seseorang melakukan sebuah amalan yang tidak memiliki cantolan pada prinsip-prinsip utama dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, khususnya dalam hal-hal yang terkait dengan ibadah ritual.
Semoga Allah SWT memudahkan kita dalam mensyukuri kehadiran bulan Sya’ban dengan mempersiapkan diri semaksimal mungkin dalam memasuki bulan Ramadhan.