Kabar Daerah

Amanat Ketua Umum DPP PUI KH. Nurhasan Zaidi pada Peringatan Milad PUI Ke-106

Dakwah dan Pendidikan PUI untuk Kemajuan Indonesia

Amanat Ketua Umum DPP PUI KH. Nurhasan Zaidi pada Peringatan Milad PUI Ke-106 Tahun 2023

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، وَالصَّلَاةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ

بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِـيْم   أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

اَللهُ غَايَتُنَا   وَاْلإِخْلاَصُ مَبْدَؤُنَا   وَاْلإصْلاَحُ سَبِيْلُنَا   وَالْمَحَبَّةُ شِعَارُنَا

نُعَاهِد اللهَ عَلىَ الصِّدْقِ وَالإِخْلاَصِ وَالْيَقِيْنِ  وَطَلَبِ رِضَا اللهِ فِي الْعَمَلِ بَيْنَ عِبَادِهِ بِاالتَّوَكُّلِ عَلَيْهِ

بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِـيْمِ    بِسْـمِ اللهِ وَلَاحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ   اللهُ أَكْبَرُ

Pada awal abad ke-20 Masehi, banyak negeri kaum muslimin yang diuji Allah Swt dengan penjajahan oleh bangsa Eropa. Di masa itu, bahkan hingga hari ini kaum muslimin belum lagi memiliki satu pemimpin yang dapat menyatukan potensi ummat. Meski penjajahan adalah satu dari sekian banyak faktor, namun cukup meretas kemunduran umat dalam berbagai aspek. Dalam kondisi seperti ini sebagaimana sejarah senantiasa berulang, para ulamalah yang menjadi agen penggerak, pembangun semangat untuk mengembalikan persatuan dan peradaban.

Di antara jalan yang ditempuh adalah mengoptimalkan momentum aktifitas ibadah haji. Ibadah ini sekaligus menjadi pusat konsolidasi dan kolaborasi dakwah dan ilmu di antara para ulama dan umara dari negeri-negeri kaum muslimin. Perjalanan ibadah haji saat itu yang memakan waktu perjalanan cukup panjang betul-betul dimanfaatkan sebagai “Muktamar Internasional” dan wadah interaksi efektif dalam strategi perjuangan kemerdekaan, membangun kesamaan cara pandang (Taswiyatul Manhaj) dan sinergi pergerakan (Tansiqul Harakah) dalam dakwah dan ilmu.

Pendiri PUI, KH. Abdul Halim (1887-1962) dan KH. Ahmad Sanusi (1888-1950), sepulang dari tanah suci pada masa penjajahan Belanda memulai gerakan dakwahnya dengan menyelenggarakan kegiatan taklim agama Islam yang masing-masing dinamai Madjlisoel ‘Ilmi (1911) dan Al-Ittihadijatoel Islamijjah (AII-1931).

Di organisasi inilah, dakwah berbasis ilmu dimulai secara resmi. KH. Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi tidak hanya mengumpulkan manusia untuk menjadi pengikutnya, namun beliau berhasil menggerakkan ummat Islam untuk bersatu dan bergerak memperjuangkan visi dakwahnya.

Begitu pula pada masa penjajahan Jepang. Walaupun Pemerintah Militer Jepang membubarkan seluruh organisasi yang lahir di era pemerintah Kolonial Belanda, para Founding Father kedua organisasi tersebut mendesak untuk menghidupkan kembali agar mereka dapat berdakwah lebih optimal.

Setelah melalui proses metamorfosa, pada akhirnya masing-masing berubah lagi menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI) dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) yang selanjutnya digagas oleh Mr. R. Sjamsoeddin untuk berfusi dalam suatu wadah yang bernama Persatuan Ummat Islam (PUI) pada tahun 1952.

Kiprah dakwah semakin luas. Tidak hanya di wilayah Priangan Timur, Cirebon Majalengka, Kuningan dan sekitarnya, akan tetapi meluas ke wilayah Priangan Barat, Priangan, Batavia, Banten dan sekitarnya. Bahkan sampai pula ke wilayah lain di Indonersia seperti Jawa Tengah, Palembang, Bengkulu, dan lain-lain.

Jasa KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi dan Mr. R. Sjamsoeddin selain membangun PUI menjadi Menara Dakwah dan Ilmu Untuk Indonesia Maju, juga membangun PUI untuk menjadi wadah wasathiyyah (seimbang, pertengahan, adil, proporsional) dalam menciptakan peradaban ummat yang maju dan bermartabat.

Pendiri PUI & Pahlawan Nasional RI

KH. Abdul Halim berkiprah sebagai seorang Ulama yang memiliki keahlian dalam membangun Pendidikan Modern Model Islam, sehingga melahirkan Santri Lucu (terampil dunia akhirat) dan lembaga pendidikan formal dan Pesantren yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman.

KH. Ahmad Sanusi berkiprah sebagai seorang ulama yang memiliki keahlian dalam membangun Pemahaman ke-Islaman dalam kebangsaan, sehingga melahirkan ulama-ulama besar di Jawa Barat dan ratusan karya yang monumental sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya.

Adapun Mr. R. Sjamsoeddin berkiprah sebagai seorang birokrat atau politisi yang memiliki keahlian dalam bidang kenegaraan, sehingga beliau pernah menempati beberapa jabatan strategis di era pemerintah Kolonial Belanda, pemerintah Militer Jepang dan pemerintahan Indonesia. Kiprah ini dilakukan oleh mereka dengan ikhlas dengan semangat Intisab, bersatu padu, berkolaborasi menjadi satu kesatuan yang disebut Kiprah TRI TUNGGAL (KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi, Mr. R. Sjamsoeddin) dalam membangun bangsa dan negara.

Membangun bangsa dan negara, harus didasarkan pada ideologi negara yang sesuai dengan rumusan Pancasila. Hasil pemotretan dewasa ini dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, Lima Sila yang menjadi pijakan pokok dalam menjalankan kehidupan tersebut sudah mulai ditinggalkan, bahkan menyimpang dari dasar tersebut. Padahal apa pun yang akan dilakukan di Indonesia harus berdasar kepada Pancasila sebagai falsafah negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada pesta demokrasi 14 Februari 2024 nanti, kita harus tetap konsisten pada Pancasila. Karena demokrasi yang berdasarkan Pancasila adalah demokrasi yang berideologi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan sosial, sehingga kita harus terus menerapkan secara murni dan konsekuen, untuk menjadikan negara dan bangsa ini beradab dan berkontribusi pada dunia.

Selanjutnya, dakwah adalah gerakan penyadaran, maka pendidikan adalah gerakan pendisiplinan. Jika dakwah membuat manusia tertarik dengan Islam, maka pendidikan adalah membuat manusia memahami intisari ajaran Islam dan kemudian siap bergerak memperjuangkan Islam. Dengan demikian, seluruh murid dan santri, bukan sekedar generasi yang sedang menuntut ilmu, melainkan juga berjuang menegakkan agama (iqamatuddin), sebagai puncak keilmuan.

Dakwah adalah misi utama Rasulullah, Muhammad SAW, yang kemudian menjadi misi para wali dalam melakukan Islamisasi dalam ragam aspek kehidupan bangsa Indonesia; sehingga mampu keluar dari segala bentuk penjajahan fisik dan kebodohan. Meninggalkan dakwah dan ilmu akan membawa bangsa yang besar ini kembali terperangkap dalam berbagai bentuk penjajahan dan penyanderaan, baik dalam aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dakwah dan ilmu harus menjadi rujukan utama pembangunan dengan kerangka dan tahapan kerja yang dibalut Ishlah al-Tsamaniyah, sehingga ragam persoalan berbangsa dan bernegara kita hari ini mendapatkan solusi yang efektif dan mendasar.

Sebagaimana Intisab yang setelah basmalah dan syahadatain diawali dengan Allahu Ghayatuna (Allah adalah Tujuan Kami). Mengajak manusia ke jalan Allah adalah inti dakwah para Rasul dan karenanya menjadi inti dakwah PUI. PUI mengajak manusia agar membebaskan jiwanya dari penghambaan kepada siapa pun dan apa pun, kecuali hanya kepada Allah SWT.

Jika dakwah bertujuan untuk membuat banyak manusia tertarik dan berhimpun pada satu tujuan, maka ilmu yang bermanfaat (‘ilm an-nafi’) adalah muatan dakwah yang mempersatukan semua narasi agar tidak salah arah. Jika dakwah menyehatkan jiwa yang sakit, mengikat hati yang berpecah, mengangkat kalbu yang putus asa, serta menggerakkan jasad yang mati, maka ilmu adalah gizi paling dasar yang memudahkan sampainya pada tujuan mulia ini.

Dengan diperingatinya Milad 106 PUI, semoga peringatan ini menjadi spirit dan entry point bagi kebangkitan PUI pada abad kedua ini.

Demikian yang bisa kami sampaikan semoga bermanfaat.

إِنْ أُرِيْدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَاسْتَطَعْتُ فَإِذَاعَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Jakarta, 21 Desember 2023

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Ummat Islam

KH. Nurhasan Zaidi

Ketua Umum

Related Articles

Back to top button