Dr Sunarto Tegaskan Perlindungan Guru Harus Jadi Prioritas dalam Revisi UU Sisdiknas

Jakarta — Dalam IslahTalk Edisi Hari Guru 2025 (21/11), Dr. Sunarto, M.Pd., Ketua Bidang Dikdasmen DPP PUI, tampil dengan pemaparan yang tegas dan berbasis data terkait urgensi perlindungan guru dalam Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Ia menyampaikan bahwa perjuangan hak guru tidak boleh lagi menjadi isu pinggiran, tetapi harus menjadi prioritas negara jika Indonesia ingin bangkit dari ketertinggalan pendidikan.

Acara IslahTalk yang digelar oleh Dikdasmen DPP PUI ini mengangkat tema “UU Perlindungan Guru: Kebutuhan Mendesak atau Sekadar Wacana?” berlangsung sukses dan mendapat antusiasme tinggi dari para guru, pegiat pendidikan, dan kader PUI dari berbagai daerah. Acara dilangsungkan secara daring pada Jumat malam dan diikuti oleh puluhan peserta.

Mutu Pendidikan Masih Mengkhawatirkan: “Kita Tidak Bisa Menutup Mata”

Sunarto membuka materinya dengan memaparkan kondisi pendidikan Indonesia yang masih memprihatinkan. Hasil PISA 2022 menempatkan Indonesia di peringkat 69 dari 81 negara, posisi terendah sepanjang sejarah keikutsertaan. Skor literasi membaca (359), matematika (366), dan sains (383) berada jauh di bawah rata-rata negara maju.

“Data PISA bukan sekadar angka—ini alarm keras bahwa sistem pendidikan kita masih jauh dari ideal. Dan pusat dari solusi itu adalah guru,” tegasnya.

Menurut Sunarto, reformasi pendidikan apa pun tidak akan berhasil jika tidak menyentuh inti persoalan: kualitas, kesejahteraan, dan perlindungan guru.

Perlindungan Guru Harus Jadi Komponen Utama Regulasi Baru

Menyoroti proses Revisi UU Sisdiknas, Sunarto menyampaikan bahwa banyak elemen masyarakat, termasuk organisasi profesi guru, mendorong agar pasal-pasal perlindungan guru dicantumkan secara eksplisit. Ia merinci hak-hak yang harus diatur dengan jelas:

1. Perlindungan hukum dalam menjalankan tugas
2. Kesejahteraan yang adil dan merata, termasuk bagi guru swasta dan madrasah
3. Kepastian status kepegawaian, terutama bagi guru honorer
4. Pengembangan karier dan kompetensi berkelanjutan
5. Lingkungan kerja yang aman dan sehat

Sunarto menegaskan bahwa gagasan UU Perlindungan Guru, yang sempat diwacanakan terpisah, kini dilebur ke dalam revisi UU Sisdiknas. “Justru karena dilebur, kita harus lebih waspada. Jangan sampai perlindungan guru hanya menjadi formalitas tanpa kekuatan implementasi,” jelasnya.

Realita Lapangan Masih Menyedihkan

Sunarto menggambarkan kondisi nyata yang dialami banyak guru di lapangan: mengajar di ruang sederhana dengan fasilitas terbatas, pendapatan belum layak, hingga kurangnya pengakuan atas pengabdian mereka.

“Yang paling merasakan kesenjangan ini adalah guru-guru di sekolah masyarakat dan madrasah. Padahal mereka berperan besar dalam membentuk akhlak dan karakter bangsa,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa peradaban masa depan tidak akan kuat jika pondasi pendidikannya masih rapuh.

Advokasi Berkelanjutan: “Suara Guru Tidak Boleh Dikesampingkan”

Sunarto menyampaikan bahwa perjuangan perlindungan guru harus dilakukan secara kolektif. Forum seperti Forum Guru PUI, menurutnya, akan terus mendorong:

1. Hak guru sebagai perhatian utama negara
2. Regulasi yang benar-benar berpihak
3. Kondisi kerja yang membuat guru tenang dan profesional
4. Peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan

“Guru sudah puluhan tahun menjadi penjaga peradaban bangsa. Mereka tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri,” tegas Sunarto.

Melindungi Guru = Melindungi Masa Depan Indonesia

Di akhir pemaparannya, Sunarto mengingatkan bahwa perlindungan guru bukan sekadar tuntutan profesi, tetapi kepentingan strategis nasional. Jika Indonesia ingin keluar dari ketertinggalan global, maka kesejahteraan dan perlindungan guru tidak boleh lagi ditunda.

“Undang-undang yang disusun hari ini akan menentukan wajah pendidikan Indonesia puluhan tahun ke depan. Pastikan guru benar-benar dilindungi di dalamnya,” pungkasnya.

Pemaparan Sunarto menjadi salah satu sesi paling kuat dalam IslahTalk kali ini, menegaskan kembali komitmen PUI dalam memperjuangkan martabat dan masa depan para pendidik di Indonesia.

Exit mobile version