Ganti Istilah (saja)
Penulis: Madya Ahdiyat
Ketua Bidang Pendidikan DPW PUI Jawa Barat
Sekarang adalah tahun kedua penerapan Kurikulum Merdeka. Sebagai transisi pergantian dari kurikulum sebelumnya, banyak istilah dan nomenklatur yang sulit dimengerti dan dipahami pada Kurikulum 2013 dan sekarang harus berganti Istilah (saja). Apakah akan mengurangi ‘masalah’ atau justru menambahnya? Menarik untuk disimak.
Penggunaan istilah yang berubah-ubah sudah lumrah terjadi, apalagi berkaitan dengan penerapan kurikulum baru yang mungkin akan berubah satu dasawarsa – sepuluh tahun ke depan – atau bahkan lebih. Mungkin juga kurang. Seperti penggunaan istilah murid yang berubah menjadi siswa kemudian berubah lagi menjadi peserta didik.
Dalam penyusunan Kurikulum Merdeka baik itu program semester, modul ajar dsb akan menggunakan istilah-istilah berikut seperti:
1. Program Semester (Promes) berubah menjadi Prosem (program semester)
2. Silabus diganti mejadi Alur Tujuan Pembelajaran (ATP)
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berubah menjadi Modul Ajar
4. Kompetensi inti (KI) berubah menjadi Capaian Pembelajaran (CP)
5. Kompetensi Dasar (KD) berubah menjadi Tujuan Pembelajaran (TP)
6. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) berubah menjadi Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP)
7. Indikator pencapaian kompetensi berubah menjadi Indikator ketercapaian tujuan pembelajaran (IKTP)
8. Penilaian harian (PH) berubah menjadi Sumatif
9. Penilaian tengah semester (PTS) berubah menjadi Sumatif Tengah Semester (STS)
10. Penilaian akhir semester (PAS) berubah menjadi Sumatif Akhir Semester (SAS)
11. Indikator soal berubah menjadi Indikator Asesmen
12. Penilaian teman sejawat berubah menjadi Formatif
Melihat hal tersebut di atas, sebenarnya hal-hal yang berkaitan dengan administratif atau kelengkapan pembelajaran sudah ditempuh dan dilakukan oleh para guru – para pendidik – dalam kurikulum sebelumnya. Dan di kurikulum merdeka, walaupun tentu banyak perbedaan yang nantinya akan diimplementasikan, paling tidak beberapa hal yang berkaitan di atas sudah sama kecuali istilahnya saja.
Namun selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam penerapan kurikulum merdeka adalah bukan hanya sekedar penggantian istilah semata dan pemenuhan administratif saja. Melainkan benar-benar memperhatikan setiap tahapan agar berdampak bagi peserta didik, termasuk asesmen yang sepertinya menjadi ‘begitu sangat penting’ dalam kurikulum merdeka ini.
Selanjutnya adalah segera melakukan penyesuaian-penyesuaian, jangan sampai istilah baru belum hafal, kemudian datang kebijakan baru untuk memperbaharui kurikulum dan mengganti istilah kembali, nantinya akan semakin repot dan membingungkan. Tugas para pendidik adalah mengaplikasikan segala kebijakan yang diturunkan, sementara meluruskan dan mengkritisi kebijakan yang ada adalah tugas para aktivis, pakar, pemerhati dan penggiat dunia pendidikan.
Guru boleh kritis? harus! Guru boleh memberikan usul dan inisiatif? silakan! Guru boleh protes dan memberikan masukan dan kritik yang membangun? tentu saja boleh! Tapi sekali lagi, istilah-istilah baru dan dokumen-dokumen untuk menunjang proses pembelajaran telah menunggu para pendidik sekalian dan harus segera dibuat serta diimplementasikan. Jangan sampai gara-gara kita tidak setuju dengan kurikulum merdeka, hak dan proses pembelajaran para peserta didik menjadi terbengkalai.
Dan kurikulum apapun yang nantinya akan diterapkan, setelah kurikulum 2013, sekarang hadir kurikulum merdeka, dan setelahnya akan ada kurikulum-kurikulum lainnya dengan istilah yang berbeda. Harapan sederhananya adalah jangan sampai pergantian istilah ini hanya sekedar pergantian namanya saja tetapi tidak merubah esensi dan terjadi perbaikan yang signifikan dalam sistem pendidikan nasional kita. (CB)