
Oleh : Yayah Rohayati, S.S.
Sekertaris 1 DPP Wanita PUI
Dalam momentum Hari Guru Nasional, kita Kembali diingatkan bahwa Pendidikan bukan sekedar proses transfer ilmu, tetapi perjalanan panjang yang dibangun dengan ketulusan, dedikasi, dan kepedulian para pendidik. Bagi organisasi Wanita PUI yang senantiasa mendorong penguatan peran guru, terutama Perempuan dalam dunia Pendidikan, pengalaman dan kisah tentang kebaikan guru menjadi bukti bahwa perubahan besar sering dimulai dari Langkah-langkah kecil seorang pendidik.
Dalam perjalanan hidup seorang murid, ada banyak hal yang perlahan memudar seiring waktu: halaman-halaman buku pelajaran, deretan angka di rapor, bahkan wajah beberapa teman semasa sekolah. Namun, ada satu hal yang hampir tidak pernah hilang dari ingatan—kebaikan seorang guru. Sosok guru memiliki tempat istimewa dalam kehidupan murid, bukan hanya karena perannya dalam mengajar, tetapi karena kehadirannya yang menjadi cahaya penuntun di masa-masa sulit.
Bagi sebagian orang, pendidikan adalah proses yang berjalan mulus. Namun bagi sebagian lainnya, terutama yang tumbuh dalam keterbatasan, pendidikan adalah jalan panjang yang penuh perjuangan. Dalam perjalanan itulah guru-guru hadir sebagai jembatan, membuka kesempatan, sekaligus menjadi penopang yang menguatkan ketika langkah terasa berat. Kisah ini adalah salah satu bukti nyata bagaimana peran seorang guru dapat mengubah arah hidup seorang murid.
1. Guru yang Mengakui Potensi dan Memberi Kesempatan.
Pada masa sekolah dasar, saya menghadapi situasi yang tidak mudah ketika orang tua tidak mengizinkan saya melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP karena alasan ekonomi. Di usia yang masih sangat muda, saya mulai memahami bahwa impian bisa terhenti bukan karena kemampuan, tetapi karena keadaan.
Di tengah kebingungan itu, kepala sekolah SD mengambil keputusan penuh keberanian: beliau mendaftarkan saya ke SMP atas inisiatifnya sendiri. Dengan keyakinan yang menentramkan, beliau berkata, “Kamu itu pintar. Sayang kalau tidak melanjutkan sekolah.” Kalimat tersebut menjadi batu pijakan pertama yang membuat saya percaya bahwa saya memiliki peluang untuk melangkah lebih jauh.
Keputusan beliau bukan sekadar administrasi, melainkan bentuk nyata kepedulian dan keyakinan seorang guru terhadap potensi muridnya. Itulah momen pertama kali saya belajar bahwa guru bukan hanya pengajar, tetapi juga penjaga masa depan muridnya.
2. Guru Sebagai Penopang Kedua
Setelah lulus SMP dengan nilai sangat memuaskan, saya kembali menghadapi hambatan yang sama. Orang tua kembali tidak mampu mengizinkan saya melanjutkan ke jenjang SMA. Namun, Allah sekali lagi menghadirkan pertolongan melalui sosok yang sama: guru SD yang sebelumnya membantu saya.
Beliau tidak hanya mengurus pendaftaran sekolah ke MA Putri PUI Talaga, tetapi juga membelikan saya seragam dan peralatan sekolah di pasar. Perjalanan jauh yang ditempuh dengan motor, ditambah perhatian tulus tanpa pamrih, adalah bentuk kebaikan yang hingga kini membekas sangat dalam. Dari seorang guru, saya belajar bahwa kebaikan adalah investasi yang kelak akan hidup melalui keberhasilan murid-muridnya.
Sampai saat ini, saya masih terharu jika mengingat momen itu, momen kebaikan seorang guru yang tidak akan pernah bisa terbalas dengan apapun, dan yang bisa saya lakukan hingga kini Adalah mendoakan beliau. Semoga Allah membalas semua kebaikan guru guruku.
3. Guru yang Hadir di Waktu Tak Terduga
Suatu hari, semasa SMA saat hendak kembali ke sekolah setelah masa libur dan pulang ke rumah, saya berangkat pagi-pagi dengan angkot. Namun, angkot itu mogok di tengah perjalanan. Dititik itu, saya merasa panik — takut terlambat, takut dianggap lalai, takut kehilangan kepercayaan guru.
Tapi Allah kembali mengirimkan bantuan melalui sosok guru: kepala sekolah SMP saya yang kebetulan lewat. Tanpa berpikir panjang, beliau langsung mempersilakan saya naik ke motornya dan mengantar saya sampai sekolah. Bukan hanya membantu saya sampai tepat waktu, tetapi juga membuat saya merasa diperhatikan, dihargai, dan tidak dibiarkan berjuang sendirian.
Kadang kebaikan guru memang tidak besar bentuknya, tapi besar sekali rasanya dan berbekas hingga sekarang.
4. Guru yang Mengingat Murid Meski Waktu Telah Berlalu
Waktu berlalu, saya tumbuh dewasa, semasa kuliah saya belum selesai, saya menjalani kehidupan baru. Saat momen pernikahan saya, saya sangat terharu karena salah satu guru SMP datang sebagai tamu. Padahal kami sudah tidak bertemu sekian lama, namun beliau masih mengingat saya sebagai muridnya.
Dari situ saya belajar bahwa hubungan guru dan murid adalah hubungan yang tidak selalu dibangun oleh keakraban, tetapi oleh kesan dan kepedulian yang pernah ditanamkan. Seorang guru mungkin bertemu ratusan murid setiap tahun, tetapi ada murid-murid tertentu yang jejak perjuangannya membekas dalam diingatan mereka.
Dan saya merasa sangat diberi kehormatan menjadi salah satunya. Terimakasih ibu, kenangan itu tak akan pernah lupa dari ingatan.
5. Guru Sebagai Penengah dan Pemberi Nasihat Bijak
Masa SMA tak selalu berjalan mulus. Saya pernah mengalami konflik dengan seorang teman yang merasa iri dengan pencapaian saya. Situasi itu menimbulkan ketegangan dan membuat saya tidak nyaman.
Namun, guru saya sigap memediasi. Dengan lembut beliau menasihati kami berdua dan berkata,
“Yayah itu ibarat Abu Bakar, dan temanmu seperti Umar bin Khattab.”
Perumpamaan itu membuat saya tersadar bahwa setiap orang memiliki karakter masing-masing, dan justru perbedaan itu yang membuat kita saling melengkapi. Kata-kata itu tidak hanya menyelesaikan konflik, tetapi juga menjadi pelajaran moral yang saya bawa sampai saat ini.
6. Dosen yang Menguatkan di Masa Kuliah
Memasuki bangku kuliah, saya melewati fase yang berbeda namun sama menantangnya. Saat proses pembuatan skripsi, saya sedang mengandung. Ditengah kondisi fisik yang terbatas, tidak menyurutkan tekad saya untuk menyelesaikan study tepat waktu.
Saya memberanikan diri mendatangi rumah dosen pembimbing, meskipun jaraknya jauh dan saya tidak familiar dengan Lokasi tersebut. Ketika saya tiba, dosen pembimbing tampak haru melihat usaha saya. Sejak itu, beliau mempermudah berbagai proses penyelesaian skripsi. Setiap revisi dijelaskan dengan sabar, setiap kesalahan diperbaiki dengan detail, dan setiap kebingungan diberikan jalan keluar. Beliau tidak mempersulit, justru meringankan beban saya.
Saat ujian skripsi, para dosen penguji pun sangat manusiawi. Pertanyaan mereka sopan, pembawaannya tenang, bahkan penuh senyum. Saya merasa dihargai, bukan hanya sebagai mahasiswa yang harus diuji. Tetapi sebagai manusia yang butuh bimbingan dan perlakuan yang bijak. Semua kekhawatiran tentang “dosen killer” terbantahkan oleh pengalaman baik yang saya terima.
Di titik itu saya belajar bahwa pendidikan bukan hanya tentang ilmu, tetapi tentang cara guru memperlakukan muridnya. Tentang rasa aman, empati, dan kemudahan yang diberikan di saat murid paling membutuhkan.
Penutup: Warisan Abadi dari Seorang Guru
Dari SD hingga perguruan tinggi, saya bertemu dengan guru-guru yang tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebaikan, kepercayaan, keberanian, kasih sayang, dan harapan. Mereka membantu membuka pintu yang tidak sanggup saya buka sendiri. Kebaikan mereka asdalah bagian dari perjalanan hidup saya yang tidak akan pernah saya lupakan.
Hari ini, ketika menuliskan kisah ini, saya hanya bisa mendoakan semoga Allah membalas segala kebaikan mereka dengan pahala yang berlipat ganda. Karena sejatinya, murid mungkin lupa isi buku pelajaran, tetapi murid tidak akan pernah lupa bagaimana seorang guru membuatnya merasakan harapan.
Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pendidikan bukan sekadar proses belajar, tetapi perjalanan kemanusiaan yang penuh kebaikan.