Dakwah

Penerimaan Tamu Nabi Ibrahim as

Penulis: KH. Ahmadie Thaha
Pengasuh Ma’had Tadabbur Al-Qur’an, Anggota Majelis Syura PUI, dan pengurus MUI Pusat

Pada Hari Raya Idul Adha, kita memberikan perhatian pada kisah Nabi Ibrahim as, yang darinya kemudian muncul syariat kewajiban menjalankan ibadah haji dan menyembelih hewan qurban, bagi mereka yang mampu. Sejak muda Ibrahim dikenal sebagai sosok pencari Tuhan.

Pada hari raya ini, kita merayakan Hari Raya Idul Adha dengan penuh suka cita bersama keluarga, dan berpesta menyembeli hewan qurban. Ribuan hewan qurban, berupa sapi, kerbau, atau kambing, disembelih untuk dibagikan kepada warga, demi mencapai kadar ketaqwaan yang tinggi kepada Allah Swt.

Pada Hari Raya Idul Adha, orang-orang merayakan peristiwa penting dalam agama Islam yang berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim AS (Abraham). Nabi Ibrahim adalah seorang nabi yang terkenal karena banyak hal, termasuk penerimaan tamu yang baik.

Meskipun dalam perayaan Idul Adha fokus utama adalah qurban dan haji, penting juga untuk mengenang dan mempelajari aspek lain dari kehidupan Nabi Ibrahim, seperti sikap keramahan dan penerimaan tamu yang luar biasa itu.

Dalam kitab suci Islam, al-Qur’an, terdapat beberapa kisah yang menunjukkan betapa baiknya Nabi Ibrahim dalam menerima tamu. Salah satu contohnya, ketika tiga tamu datang kepadanya sebagai para utusan Allah. Nabi Ibrahim dengan segera menyambut mereka dengan penuh keramahan dan kemurahan hati. Meskipun tidak mengetahui identitas mereka, dia memberikan perhatian yang besar dan memperlakukan mereka dengan kebaikan.

Meskipun tidak ada ayat yang secara khusus menyebutkan ajaran penerimaan tamu oleh Nabi Ibrahim, kisah penerimaan tamu yang baik oleh Nabi Ibrahim dapat ditemukan dalam ayat-ayat al-Qur’an. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa ayat yang merujuk pada kisah penerimaan tamu yang baik oleh Nabi Ibrahim:

“Dan tatkala muncul kepada mereka utusan-utusan Kami, mereka memperolok-olokkan utusan-utusan Kami itu. Dan Kami memperolok-olokkan pula apa yang mereka kerjakan.” (Qs. Adz-Dzariyat: 32)

Ayat ini mengisahkan ketika Nabi Ibrahim menerima tamu dalam bentuk tiga utusan Allah yang datang kepadanya. Meskipun mereka datang dengan tugas penting, orang-orang di sekitarnya memperolok-olokkan mereka. Nabi Ibrahim tetap memperlakukan tamunya dengan baik dan menjaga penerimaan tamu yang baik meskipun dihadapkan pada situasi yang sulit.

Ayat lainnya: “Apakah kamu tidak melihat tamu-tamuku itu tidakkah kamu takuti kalau-kalau mereka tidak mempunyai anak laki-laki yang wajib melindungi mereka.” (Qs. Hud: 69)

Ayat ini menggambarkan bagaimana Nabi Ibrahim merasa khawatir dan menjaga tamunya dengan baik. Ketika tamu-tamu itu datang kepadanya, Nabi Ibrahim khawatir bahwa mereka tidak memiliki anak laki-laki yang akan melindungi mereka. Ini menunjukkan kepedulian Nabi Ibrahim terhadap tamunya dan keinginannya untuk menjaga dan melindungi mereka.

Ayat-ayat tersebut menggambarkan sikap keramahan, perhatian, dan kepedulian Nabi Ibrahim terhadap tamu-tamu yang datang kepadanya. Hal ini memberikan landasan untuk umat Muslim dalam mengikuti contoh beliau dalam menerima tamu dengan baik.

Ketentuan tentang penerimaan tamu yang baik dapat diperoleh dari contoh Nabi Ibrahim ini. Dalam Islam, menerima tamu dianggap sebagai tindakan mulia dan dianjurkan sebagai bagian dari praktik keagamaan yang baik. Ada beberapa prinsip dan ajaran yang bisa diambil dari kisah Nabi Ibrahim tentang penerimaan tamu:

Kehangatan dan keramahan: Nabi Ibrahim menunjukkan kehangatan dan keramahan yang luar biasa terhadap tamunya. Ini mencakup menyambut tamu dengan senyum, memberikan salam, dan memperlakukan mereka dengan sopan santun. Ini adalah aspek penting dalam penerimaan tamu yang baik.

Kemurahan hati: Nabi Ibrahim menunjukkan kemurahan hati dalam menyambut tamunya. Dia memberikan perhatian dan memberikan yang terbaik yang dia miliki. Sikap ini mengajarkan kita untuk memberikan apa yang kita mampu kepada tamu dengan ikhlas dan tanpa mengharapkan balasan.

Perhatian dan kepedulian: Nabi Ibrahim memberikan perhatian yang besar kepada tamunya. Dia menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan mereka dan berusaha memenuhinya. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu memperhatikan kebutuhan tamu dan berusaha membantu jika memungkinkan.

Menyambut tamu tanpa prasangka: Nabi Ibrahim menerima tamu tanpa mengenal identitas mereka. Dia tidak menilai mereka berdasarkan penampilan atau latar belakang. Sikap ini mengajarkan kita untuk menyambut semua tamu dengan tulus dan tidak membedakan mereka berdasarkan ras, agama, atau status sosial.

Sambutlah tamu dengan senyuman dan salam: Ketika seseorang datang ke rumah atau kita bertemu dengan seseorang di tempat umum, sambutlah mereka dengan senyuman hangat dan salam yang ramah. Hal ini menunjukkan bahwa kita senang dan menghargai kehadiran mereka.

Berikan perhatian dan pendengaran: Dengarkanlah tamu dengan penuh perhatian saat mereka berbicara. Berikan waktu dan ruang untuk mereka menyampaikan pendapat, cerita, atau kekhawatiran mereka. Menunjukkan minat dan empati dalam mendengarkan adalah bentuk penerimaan tamu yang baik.

Berikan keramahan dan kenyamanan: Pastikan tamu merasa nyaman di rumah atau di tempat kita. Tawarkan minuman, makanan ringan, atau tempat duduk yang nyaman. Berusaha menciptakan lingkungan yang hangat dan ramah akan membuat tamu merasa dihargai dan disambut dengan baik.

Hormati perbedaan dan jaga keadilan: Ketika menerima tamu, penting untuk menghormati perbedaan mereka, baik itu perbedaan budaya, agama, atau pandangan. Jangan membeda-bedakan tamu berdasarkan latar belakang mereka. Perlakukan semua tamu dengan adil dan setaraf.

Berikan bantuan jika memungkinkan: Jika tamu membutuhkan bantuan atau dukungan, berusaha untuk membantu sesuai kemampuan kita. Baik itu memberikan informasi, arahan, atau bantuan praktis lainnya, sikap kepedulian dan kebaikan hati akan memberikan dampak positif pada tamu.

Dengan merujuk pada kisah Nabi Ibrahim dalam kitab suci, umat Muslim dianjurkan untuk mengikuti contoh beliau dalam penerimaan tamu. Penerimaan tamu yang baik adalah bagian integral dari praktik keagamaan dalam Islam dan merupakan cara untuk menunjukkan kasih sayang, keramahan, dan kepedulian kita terhadap sesama manusia. Dalam perayaan Hari Raya Idul Adha atau di sepanjang tahun, sikap ini dapat dijadikan landasan kita bermasyarakat.

Dengan mengadopsi sikap penerimaan tamu yang baik seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan saling mendukung dengan sesama. Ini juga merupakan salah satu cara untuk menerapkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Related Articles

Back to top button