
AMANAT KETUA MAJELIS SYURA PUI KH. NURHASAN ZAIDI
pada Milad PUI Ke-108 Tahun 2025
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، وَالصَّلَاةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ
اَللهُ غَايَتُنَا وَاْلإِخْلاَصُ مَبْدَؤُنَا وَاْلإصْلاَحُ سَبِيْلُنَا وَالْمَحَبَّةُ شِعَارُنَا ، أَمَّا بَعْدُ
Seratus delapan tahun yang lalu, berdirilah sebuah gerakan dakwah dan pendidikan yang kelak menjadi cikal bakal Persatuan Ummat Islam. Gerakan itu lahir dari keikhlasan, ilmu, dan keberanian moral para ulama bangsa.
Pada 21 Desember 1917, di Jawa Barat berdirilah gerakan yang dipelopori oleh KH. Abdul Halim, Ajengan Ahmad Sanusi, dan Mr. R. Syamsuddin — tiga tokoh besar yang kini dikenang sebagai Pahlawan Nasional dan Anggota BPUPK Indonesia.
Dari rahim perjuangan mereka, lahir Persatuan Ummat Islam (PUI) — bukan sekadar organisasi, tetapi gerakan perbaikan (Islah) yang menuntun umat, mencerahkan bangsa, dan memajukan peradaban.
Hari ini, kita tidak sekadar memperingati usia. Kita sedang merenungi makna perjuangan: Apakah ruh Islah itu masih menyala dalam diri kita? Apakah cita-cita para pendiri PUI masih kita teruskan di abad ke-2 perjuangan ini?
Hadirin yang saya hormati, Kata Islah bermakna memperbaiki, membenahi, dan menghidupkan kembali sesuatu agar menjadi lebih baik. Dalam pandangan PUI, Islah bukan sekadar slogan, tetapi manhaj kehidupan.
Ia menuntun setiap muslim untuk memperbaiki aqidahnya, ibadahnya, pendidikannya, keluarganya, masyarakatnya, hingga ekonominya. Inilah yang dikenal dengan Islah Al-Tsamāniyyah — delapan bidang perbaikan yang menjadi ruh perjuangan kita:
- Perbaikan Aqidah
- Perbaikan Ibadah
- Perbaikan Pendidikan
- Perbaikan Kehidupan Keluarga
- Perbaikan Adat Istiadat
- Perbaikan Perekonomian
- Perbaikan Sosial Kemasyarakatan
- Perbaikan Umat Keseluruhan.
Delapan bidang ini adalah peta jalan peradaban Islam. Aqidah dan ibadah memperkuat ruhani; pendidikan dan keluarga membentuk manusia; masyarakat dan adat memperkukuh budaya; ekonomi dan umat menegakkan kemandirian.
Beginilah PUI ingin melahirkan insan yang beriman, berilmu, dan beramal — manusia adil dan berkeadaban.
Hadirin sekalian, Bangsa Indonesia kini tengah menuju satu momentum besar: Indonesia Emas 2045, seratus tahun kemerdekaan. Cita-cita itu luhur — menjadikan Indonesia bangsa maju, berdaulat, dan bermartabat. Namun, marilah kita jujur, Pembangunan bangsa tidak hanya ditentukan oleh ekonomi, infrastruktur, atau teknologi.
Bangsa tidak akan maju bila moralnya rapuh, adabnya hilang, dan umatnya tercerai-berai. Karena itu, Gerakan Islah PUI hadir sebagai fondasi spiritual kebangkitan bangsa. Melalui Islah, kita ingin mengubah umat dari yang terbelakang menjadi berdaya, dari yang lemah menjadi mulia.
Sebagaimana firman Allah Swt:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra‘d: 11)
Inilah inti dari Gerakan Islah — perbaikan dari dalam menuju perubahan ke luar.Bangsa yang kuat lahir dari umat yang diperbaiki nilai, iman, dan akhlaknya.
Dalam dakwahnya, PUI menempatkan Islahul Mujtama‘ — perbaikan masyarakat — sebagai strategi utama menuju Islahul Ummah, perbaikan umat secara menyeluruh.
Yang dimaksud dengan rekonstruksi sosial bukan sekadar memperbaiki dan mengaktualisasi sistem, tetapi menghidupkan kembali nilai-nilai ilahiyah dalam kehidupan sosial.
Empat tahapan dakwah PUI menjadi pedoman kita:
- Tazkiyah — penyucian diri dan akhlak
- Ta‘lim — pendidikan dan penanaman hikmah
- Tanzhim — pengorganisasian sosial dalam kebaikan
- Takwin — pembentukan peradaban yang adil dan beradab.
Maka setiap sekolah, pesantren, universitas, dan majelis taklim PUI adalah laboratorium peradaban, tempat lahirnya insan saleh dan masyarakat madani.
Saudara-saudara sekalian, Gerakan besar tanpa ruh keikhlasan akan kehilangan arah. Sebagaimana pesan KH. Abdul Halim dalam Risalah Intisab: “Intisab ialah mengikat diri hanya kepada Allah, bukan kepada kepentingan dunia, bukan kepada nama, bukan kepada pangkat.”
Keikhlasan inilah yang membuat PUI bertahan lebih dari satu abad. Keikhlasan inilah yang menjadikan perjuangan bukan beban, tetapi ibadah.
Maka marilah kita kuatkan niat. Jadikan setiap rapat, setiap dakwah, setiap kegiatan pendidikan, setiap amal sosial — semuanya sebagai ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
Hadirin yang berbahagia, Menjelang abad ke-2, PUI sebagai ormas dakwah harus naik kelas menjadi Gerakan Peradaban Islam Indonesia.
Ada tiga arah strategis yang harus kita kembangkan:
1️. Gerakan Keilmuan:
Menghidupkan kembali tradisi berpikir ilmiah, riset, dan ijtihad sosial. Universitas Halim Sanusi, pendidikan tinggi PUI dan lembaga pendidikan PUI harus menjadi pusat pencerahan Islam yang rasional, moderat, dan solutif.
2️. Gerakan Sosial-Kemanusiaan:
PUI harus selalu hadir di garis depan membantu rakyat kecil, korban bencana, anak yatim, dan kaum dhuafa. Dakwah kita harus menyentuh hati, bukan hanya pikiran.
3️. Gerakan Politik Nilai:
Politik bagi PUI bukan perebutan kekuasaan, tetapi perjuangan menegakkan keadilan, moralitas publik, dan kemaslahatan umat. Dengan demikian, Islah adalah aktivitas dakwah untuk menuju peta jalan peradaban bangsa yang diridhai Allah.
Hadirin yang saya cintai, Tantangan kita hari ini adalah melahirkan Generasi Muslih Abad ke-2 — kader pembaharu yang berilmu, beradab, dan berjiwa jama‘ah. Muslih bukan hanya ustadz di mimbar, tapi juga guru, teknokrat, wirausahawan, peneliti, dan pemimpin masyarakat yang menebarkan nilai-nilai Islah di manapun ia berada.
Melalui Madrasah Muslih, Taklim Islah, dan Sekolah Kepemimpinan PUI, kita siapkan generasi penerus yang cerdas, ikhlas, dan tangguh. Karena kebangkitan umat tidak lahir dari banyaknya jamaah, tetapi dari kuatnya kader yang berakhlak.
Saudara-saudaraku seiman, Ketika bangsa Indonesia merayakan seratus tahun kemerdekaannya pada tahun 2045, insya Allah PUI akan berusia 128 tahun. Usia yang panjang ini hanya berarti bila diiringi dengan kontribusi nyata bagi umat dan bangsa.
Melalui Gerakan Islah Abad ke-2, marilah kita teguhkan peran PUI sebagai penopang moral dan spiritual bangsa, membangun manusia Indonesia yang bertauhid, berilmu, dan berkeadaban.
Dengan Islah sebagai manhaj, dan ikhlas sebagai ruhnya, PUI insya Allah akan menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 — negeri yang makmur, berdaulat, dan diridhai Allah Swt.
إِنْ أُرِيْدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَاسْتَطَعْتُ فَإِذَاعَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ