PP Pemuda PUI Serukan Dukungan Nyata untuk Palestina dalam Peringatan 77 Tahun Nakba: Teruskan Perjuangan!

Jakarta Peringatan 77 tahun Tragedi Nakba kembali menggugah hati nurani bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Dalam seminar bertajuk “From the Shadows of Nakba: Breaking the Silence, End the Ongoing Genocide” yang digelar di Gedung Nusantara V, DPR RI pada Selasa (27/5), Pengurus Pusat Pemuda Persatuan Ummat Islam (PP Pemuda PUI) hadir menyampaikan sikap tegas dan dukungan moral-politik untuk kemerdekaan Palestina.

Ahmad Gabriel, S.Sos., Wakil Ketua Umum PP Pemuda PUI, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyatakan bahwa penderitaan rakyat Palestina adalah luka kolektif umat Islam dan umat manusia. Ia menyampaikan bahwa Pemuda PUI sejak lama telah konsisten menyuarakan pembelaan terhadap Palestina, baik melalui aksi jalanan, penggalangan dana kemanusiaan, hingga kegiatan kultural seperti konser solidaritas bersama Opick yang diadakan dalam Muktamar PUI ke-15.

“Kami tidak akan berhenti bersuara sampai Palestina benar-benar merdeka. Apa yang terjadi di Gaza bukan hanya konflik, tapi genosida yang nyata. Dunia tidak boleh terus membungkam kebenaran. Kita yang butuh Gaza, Palestina, dan Masjid Al-Aqsha — bukan sebaliknya. Mereka adalah pahlawan-pahlawan terkuat di dunia. Jangan berhenti, teruskan perjuangan wahai pemuda-pemudi Indonesia!” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa PUI secara institusional telah memberikan rekomendasi resmi dalam Muktamar ke-15 yang menyerukan pentingnya memperkuat solidaritas antarnegara dan organisasi Islam berhaluan wasathiyah dalam mewujudkan perdamaian global — termasuk penyelesaian isu Palestina dengan mendukung berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

Dalam kesempatan yang sama, Ust. Agus Sofyan, Anggota Dewan Pengurus Pusat PUI, menyampaikan bahwa tragedi Nakba adalah simbol kejahatan penjajahan modern yang masih berlangsung hingga hari ini. Ia menekankan pentingnya edukasi dan konsistensi umat Islam Indonesia untuk memahami isu ini secara utuh dan tidak terbawa arus narasi media yang bias.

“Nakba bukan hanya sejarah masa lalu, tapi tragedi yang terus diperpanjang oleh dunia yang abai. Ini ujian bagi keberpihakan kita,” ujarnya dengan nada serius.

Kehadiran Pemuda PUI juga diwakili oleh Khoirul Imami, kader asal Probolinggo, yang menyampaikan bahwa peran generasi muda sangat penting dalam perjuangan ini. Ia menekankan pentingnya gerakan digital, literasi media, dan advokasi internasional sebagai bentuk nyata perjuangan pemuda hari ini untuk Palestina.

Seminar yang dihadiri oleh sekitar 400 peserta dari berbagai kalangan ini juga menghadirkan narasumber nasional dan internasional yang memberikan kesaksian dan penjelasan faktual terkait kondisi di Palestina.

Usth. Maryam Rachmayani, Direktur Utama Adara Relief International, menegaskan bahwa genosida Israel di Gaza terjadi karena dunia telah lama mengabaikan Palestina. Ia menyatakan bahwa isu kemanusiaan di Palestina seharusnya menjadi tanggung jawab bersama umat manusia.

Sementara itu, Dr. H. Hidayat Nur Wahid, M.A., Wakil Ketua MPR RI yang hadir sebagai keynote speaker, menyampaikan bahwa dalam sidang PBB, sebanyak 143 negara telah mengakui Palestina sebagai negara. “Ketika Israel menyerang Palestina, ia sejatinya menyerang negara yang telah diakui oleh banyak negara berdaulat,” ujarnya.

Prof. Dr. dr. Basuki Supartono, Sp.OT., FICS, MARS, relawan dari Bulan Sabit Merah Indonesia yang baru kembali dari Gaza, memaparkan bahwa krisis kesehatan di Gaza bukan terjadi karena kesalahan teknis semata. “Penghancuran sistem kesehatan di sana bukan kecelakaan, apalagi salah sasaran. Melainkan menjadi bagian dari strategi militer mereka,” jelasnya.

Kehadiran dua jurnalis internasional dari Al Jazeera, Maher Abu Quta dan Youmna Al Sayed, turut menguatkan gambaran kondisi tragis yang sedang berlangsung.

Maher menegaskan bahwa Israel menargetkan media untuk mencegah kebenaran sampai ke dunia, dengan menyerang kantor media, melarang jurnalis asing masuk ke Gaza, membungkam narasi Palestina secara elektronik, hingga menangkap dan mengintimidasi jurnalis. Bahkan rumahnya yang dibangun bertahun-tahun dihancurkan.

Youmna, dengan suara bergetar, menceritakan bahwa rumahnya ditembaki setiap lima menit karena ia meliput kondisi sebenarnya yang terjadi di Gaza. “Aku merasakan harga yang harus kubayar. Karena meliput peristiwa yang terjadi kepada bangsaku, aku membayarnya dengan bahaya terhadap keluargaku,” ungkapnya sambil menceritakan bahwa rumahnya juga hancur dibom oleh Israel.

Peringatan 77 tahun Nakba ini menjadi pengingat bahwa dukungan terhadap Palestina bukanlah sekadar simbolik, melainkan komitmen moral, politik, dan kemanusiaan yang harus terus digelorakan oleh seluruh elemen bangsa — termasuk pemuda-pemudi Islam Indonesia.

Exit mobile version