
Webinar nasional bertajuk “Analisis Linguistik terhadap Pornografi, Pornoaksi, dan Bahasa: Ancaman terhadap Keluarga” diselenggarakan secara daring yang diikuti oleh puluhan peserta pada hari Ahad (30/11/2025) oleh Bidang Kajian dan Sumber Daya Manusia Pengurus Pusat Shofia Cahaya Bangsa. Kegiatan ini menghadirkan Ripta Permata Nuary, M.Hum., dosen linguistik STAI Siliwangi Bandung, sebagai narasumber utama dan dibuka dengan sambutan Ketua Umum PP Shofia Cahaya Bangsa, Ilin Ratna Tiara, S.Psi.I, M.Sos.
Dalam sambutannya, Ketua Umum PP Shofia Cahaya Bangsa menegaskan komitmen organisasi untuk memperkuat peran perempuan dan keluarga muda dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk maraknya paparan pornografi di ruang digital. Ia menyampaikan bahwa webinar ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Shofia Cahaya Bangsa untuk meningkatkan literasi keagamaan, literasi media, dan ketahanan keluarga di tengah derasnya arus informasi yang sering memuat konten yang tidak sejalan dengan nilai moral dan agama.
Dalam pemaparannya, Ripta Permata Nuary menjelaskan bahwa pornografi tidak hanya hadir dalam bentuk gambar atau video vulgar, tetapi juga melalui bahasa, simbol, tanda, dan wacana yang dibungkus secara halus dalam media dan percakapan sehari-hari. Berangkat dari perspektif linguistik, ia menunjukkan bagaimana istilah, eufemisme, humor, dan slang digital bisa berfungsi menormalisasi pornografi, menjadikannya tampak “biasa” dan bahkan glamor, khususnya di kalangan anak muda.
Narasumber memaparkan berbagai rujukan konseptual tentang pornografi, mulai dari etimologi istilah, definisi leksikal dan hukum, hingga temuan penelitian mengenai paparan pornografi di media digital dan dampaknya bagi perkembangan anak dan remaja. Data yang dikutip menunjukkan bahwa akses pornografi semakin mudah melalui internet dan media sosial, sementara sejumlah penelitian mengaitkan paparan pornografi dengan distorsi persepsi seksualitas, penurunan kesehatan mental, dan munculnya perilaku berisiko pada generasi muda.
Ripta juga menggarisbawahi pentingnya analisis wacana kritis, pragmatik media, sosiolinguistik slang digital, semiotika, serta linguistik multimodal untuk memahami cara media mengonstruksi, menyamarkan, dan menyebarkan pesan-pesan bernuansa seksual. Melalui contoh-contoh kasus, ia menunjukkan bagaimana eufemisme, kode, emoji, tata bahasa, visual, hingga tata letak konten dapat bersama-sama membentuk makna yang mendorong permisivitas, objektifikasi tubuh, dan pergeseran nilai dalam relasi keluarga.
Di bagian akhir, webinar menegaskan bahwa paparan pornografi dan bahasa pergaulan yang mengandung muatan seksual merupakan ancaman nyata bagi ketahanan keluarga, karena berpotensi merusak komunikasi, kepercayaan, dan nilai-nilai yang menjadi fondasi rumah tangga. Sebagai bentuk ikhtiar, peserta diajak memperkuat literasi bahasa dan media, meningkatkan komunikasi terbuka dalam keluarga, memperketat pengawasan konten digital, serta memperdalam nilai-nilai keagamaan agar keluarga, khususnya anak dan remaja lebih terlindungi dari dampak destruktif pornografi di era digital.