Soal Pengajian Ustadz Hanan Attaki, Pemuda PUI: Tabayun
PUI.OR.ID – Publik sempat dikagetkan dengan viralnya kabar pembubaran pengajian Ustaz Hanan Attaki di Masjid Al-Muttaqien, Desa Laden, Pamekasan, pada Ahad (12/2). Pengajian itu dibubarkan oleh Banser Nahdlatul Ulama (NU) bersama dengan warga.
Dikutip dari detikJatim, pengajian itu didatangi warga dan Banser berseragam yang menolak adanya pengajian itu. Massa berjumlah ratusan itu memenuhi halaman masjid dan jalanan di depan masjid. Mereka berorasi menggunakan pengeras suara lewat mobil komando meminta pengajian dihentikan.
Bendahara GP Ansor Jawa Timur M Fawait membenarkan terkait pembubaran pengajian Hanan Attaki oleh Banser. Menurutnya pengajian itu lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya.
Menyikapi kabar mengejutkan ini, Ketua Umum PP Pemuda PUI Dr Kana Kurniawan memberikan saran bagi Bnaser atau siapa pun untuk lebih mengedepankan toleransi dan tabayun.
“Sebagai entitas besar dalam sebuah negara, perbedaan keagamaan di umat Islam khususnya perlu mengedepankan semangat tawassuth (sikap tengah-tengah atau moderat), tawazun (seimbang), i’tidal (tegak lurus) dan tasamuh (toleransi),” kata Kana kepada PUIorid, Rabu (22/2).
Kana menyebut jika pun seseorang menduga Ustaz Hanan Attaki terindikasi perkumpulan atau ajaran terlarang maka perlu diajak dialog dan tabayun sebagai satu cara yang paling elegan untuk mengonfirmasi dugaan itu.
“Dialog yg konstruktif akan menambah khazanah keislaman yang lebih luas,” lanjutnya.
Kana menyarankan, Ustaz Hanan Attaki semestinya dirangkul dan diajak bekerjasama dalam dakwah di tengah polarisasi yang terus ada. Khususnya kepada kalangan remaja yang kerap menggandrungi dakwahnya.
“Bahkan mungkin dengan program-program yang menyentuh persoalan umat hari ini. Bisa pemberdayaan ekonomi, sosial dan keagamaan,” tegasnya.
Menjawab Tuduhan Wahabi
Ustaz Hanan Attaki menjawab tudingan yang menyebutnya gembong penyebar paham wahabi pada Channel YouTube Hanan Attaki berjudul DISCLAIMER – menjawab keraguan dengan durasi 48.38 menit. Video itu diunggah, Kamis (16/2).
Pria asal Aceh itu menjelaskan bahwa dirinya tumbuh dan besar di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan istrinya merupakan keluarga kiai NU serta pendiri Cabang NU Tuban.
“Kemudian tuduhan lain, saya dituduh adalah gembong wahabi. Bentar, saya tumbuh dan besar dalam lingkungan kultur kalau di Aceh itu istilahnya itu salafiyah. kalau salafiyah itu di Jawa itu NU, Aswaja. Orang Aceh menyebutnya salafiyah. Salafiyah itu artinya Aswaja, kalau di Jawa. Saya menikah dengan perempuan di Al Azhar (Mesir) juga, belajar di Al Azhar dari Tuban, keluarga kiai, keluarga besar saya di Tuban itu keluarga kiai semua, kiai NU tulen,” jelas Hanan dalam videonya seperti yang dilihat PUIorid, Rabu (22/2).
“Bahkan kakek buyut saya itu pendiri organisasi NU cabang Tuban pada masanya. Pertama ada NU di Tuban itu, salah satu pendirinya adalah kakek buyut istri saya. Beliau bernama Kiai Husain, kita nyebutnya Mbah Husain. Yang punya pondok pesantren pertama juga untuk tahfiz Al-Qur’an juga di Tuban, namanya Manbail Fakriyah Alchusainiyah di Jenu, Tuban, itu adalah (pendirinya) kakek buyut istri saya,” terangnya.
Hanan juga mengungkap almarhum mertuanya merupakan takmir Masjid Asmoroqondi di Palang, Tuban.
“Itu juga masjid NU. Dan saya beberapa kali mengisi di kawasan Palang Tuban itu di kawasan Asmoroqondi, termasuk acara sedekah laut. Saya ceramah di sana dalam rangka mauludan sedekah laut, memberikan motivasi kepada anak-anak muda di sana,” papar Hanan.
Selama tinggal di Tuban, Hanan juga sempat ikut mendirikan sekolah dengan corak NU milik mantan Bupati Tuban, Fathul Huda. Ia sempat mengajar dan menjadi wakil kepala sekolah tersebut.
Selain itu dia mengaku kerap ikut selawatan, Maulud Nabi bahkan memimpin tahlil. Sehingga dia mempertanyakan terkait tuduhan sebagai gembong wahabi yang biasanya antipati dengan kegiatan tersebut.
“Ada gak orang wahabi yang mengisi tahlil? saya mengisi tahlil, saya melakukan tahlil untuk keluarga saya sendiri dan saya mengisi tahlil di kampung sehingga saya diundang-undang untuk memimpin tahlilan. Coba bayangin, mana ada orang wahabi mimpin tahlilan, selawatan, mauludan,” sambungnya.
Hanan pun menyebut tuduhan yang dialamatkan kepadanya hanya mengada-ada belaka. Meski demikian, ia menganggapnya biasa saja dan tak membalas semua tuduhan tersebut. Sebab ia selalu hormat dengan orang lain meski berbeda pendapat.
“Ini mengada-ada ya, mengatakan saya Wahabi itu mengada-ada sekali. Walaupun saya selalu respect dengan apapun pemahaman teman-teman ada salafi, walaupun saya sering dihujat teman-teman salafi dikatakan ahli bid’ah lah, sesat lah. Saya nggak pernah ngebalas tuh. Karena selalu mengedepankan respect dulu ke orang lain. Biarin saja orang menghina kita nggak akan merendahkan kita kok,” pungkas Hanan.