Wanita Persatuan Ummat Islam dan Hari Kesehatan Mental Dunia

Implementasi Peneguhan Ketahanan Keluarga dalam Bingkai Ishlahuts Tsamaniyah

Wanita Persatuan Ummat Islam dan Hari Kesehatan Mental Dunia :
Implementasi Peneguhan Ketahanan Keluarga dalam Bingkai Ishlahuts Tsamaniyah

Oleh: Ir. Rita Juniarty, S.Ag
Ketua Lembaga Ketahanan Keluarga DPP Wanita Persatuan Ummat Islam

Fenomena Kesehatan Mental

Peringatan Hari Kesehatan Mental Dunia setiap 10 Oktober mengingatkan kita bahwa kesehatan mental merupakan fondasi kehidupan manusia yang utuh. Di masa kini, tekanan hidup meningkat, relasi sosial banyak bergeser ke ruang digital, dan kelelahan emosional menjadi gejala umum yang dialami banyak orang.

Fenomena burnout, stres ekonomi, hingga kesepian sosial menjangkiti berbagai lapisan masyarakat—terutama para ibu rumah tangga yang menanggung mental load berlapis: tanggung jawab domestik, sosial, dan spiritual yang berjalan bersamaan. Kelelahan pun bukan hanya fisik, tetapi juga emosional dan batiniah.

Dalam perspektif Islam, kesehatan mental adalah keseimbangan antara akal, hati, dan perilaku yang selaras dengan fitrah. Mental yang sehat tampak dari ketenangan berpikir, kemampuan mengendalikan emosi, dan keteguhan moral dalam menghadapi ujian hidup. Sementara itu, penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) merupakan fondasi spiritual yang menopang kesehatan mental seorang mukmin.

Kesehatan Mental dan Peneguhan Ketahanan Keluarga

Kesehatan mental tidak lahir dari ruang hampa. Ia tumbuh dan terpelihara dalam sistem keluarga yang seimbang dan berfungsi baik. Ketahanan keluarga menjadi wadah utama pembentukan kesehatan mental, karena keluarga adalah madrasah pertama tempat seseorang belajar menghadapi kehidupan.

Kesehatan mental dalam keluarga dapat dilihat melalui lima dimensi ketahanan keluarga berikut:

  1. Dimensi Spiritual.
    Ketenangan mental berawal dari kekuatan iman dan kedekatan dengan Allah. Keluarga yang menjadikan ibadah, dzikir, dan doa sebagai bagian dari keseharian akan lebih stabil secara emosional. Ketika setiap masalah dihadapi dengan sabar dan tawakal, keluarga menjadi sumber ketenangan. Dalam keluarga seperti ini, kesehatan mental tumbuh dari kesadaran bahwa segala sesuatu terjadi atas izin Allah, dan setiap ujian membawa hikmah.
  2. Dimensi Fisik.
    Kesehatan mental memerlukan dukungan tubuh yang sehat. Kelelahan fisik kronis sering berujung pada stres emosional dan konflik. Oleh karena itu, menjaga pola makan, istirahat, dan kebersihan adalah bagian dari ikhtiar mental yang sehat. Keluarga yang memelihara keseimbangan fisik akan lebih tenang dan bahagia dalam berinteraksi satu sama lain.
  3. Dimensi Ekonomi.
    Tekanan ekonomi sering menjadi pemicu utama ketegangan mental keluarga. Ketika kebutuhan dasar sulit terpenuhi, muncul kecemasan, kecurigaan, dan konflik emosional. Sebaliknya, pengelolaan keuangan yang jujur, sederhana, dan berlandaskan nilai syariah menumbuhkan rasa aman dan saling percaya. Mental yang sehat tumbuh dari sikap qana’ah — merasa cukup, berusaha sekuat tenaga, dan bersyukur atas rezeki yang halal.
  4. Dimensi Sosial-Psikologis.
    Komunikasi terbuka, dukungan emosional, dan empati antaranggota keluarga menjadi fondasi utama kesehatan mental. Setiap individu membutuhkan ruang aman untuk didengar dan diterima. Dalam keluarga yang hangat, beban hidup terasa lebih ringan. Nilai sakinah, mawaddah dan rahmah bukan hanya ideal moral, tetapi menjadi terapi psikologis yang nyata bagi semua anggota keluarga.
  5. Dimensi Sosial-Budaya.
    Nilai budaya Islami menjadi penopang stabilitas mental. Keluarga yang hidup dalam budaya saling menghormati, tolong-menolong, dan adab sopan akan lebih tangguh menghadapi perubahan zaman. Ketika budaya modern sering menumbuhkan individualisme dan kesepian, budaya keluarga Islami menghadirkan rasa memiliki, makna hidup, dan keseimbangan batin.

Keluarga yang kokoh dalam lima dimensi ini akan melahirkan lingkungan yang menumbuhkan ketenangan mental bagi seluruh anggotanya. Dalam rumah yang beriman, sehat, cukup, hangat, dan beradab, lahirlah mental yang tangguh dan penuh kasih sayang.

Kesehatan Mental dalam Bingkai Ishlahuts Tsamaniyah

Dalam pandangan Persatuan Ummat Islam (PUI), Ishlahuts Tsamaniyah — delapan perbaikan kehidupan umat — merupakan peta jalan perbaikan mental umat secara menyeluruh. Delapan bidang ishlah ini bukan hanya konsep spiritual, tetapi juga terapi sosial yang menyehatkan kehidupan keluarga dan masyarakat.

  1. Ishlahul ‘Aqidah. Meneguhkan Tauhid di Tengah Krisis Makna.
    Banyak gangguan mental muncul karena kehilangan arah hidup. Dengan aqidah yang kuat, seseorang memahami bahwa hidup memiliki tujuan Ilahi. Konsep qadarullah menumbuhkan daya lenting psikologis dan menenangkan mental.
  2. Ishlahul ‘Ibadah. Ibadah sebagai Terapi Mental.
    Ibadah bukan sekadar kewajiban, tetapi cara Allah menyembuhkan hati dan menenangkan pikiran. Shalat, dzikir, dan tilawah berjamaah membangun kedekatan emosional antaranggota keluarga sekaligus menjadi sumber ketenangan batin.
  3. Ishlahut Tarbiyah. Literasi Emosi dan Pendidikan Digital.
    Pendidikan keluarga perlu menumbuhkan kecerdasan emosi dan digital. Anak-anak yang didampingi dengan penuh empati akan tumbuh dengan mental yang sehat di tengah tekanan media sosial dan budaya perbandingan.
  4. Ishlahul ‘Ailah. Rumah sebagai Ruang Aman Emosional.
    Rasulullah ﷺ mencontohkan kelembutan dalam mendidik anak dan pasangan. Rumah yang menjadi safe space — tempat pulih, bukan dihakimi — adalah pondasi ketenangan mental keluarga.
  5. Ishlahul ‘Adah. Mengoreksi Budaya yang Menekan Perempuan.
    Budaya perfeksionisme terhadap perempuan sering menimbulkan stres dan rasa bersalah. Melalui kegiatan seperti Senam Mahabbah, Majelis Taklim, Majlisul Ilmi, Wanita PUI menghadirkan budaya yang menyehatkan tubuh, akal, mental, dan ukhuwah.
  6. Ishlahul Iqtishad. Ketahanan Ekonomi, Ketenangan Mental.
    Kemandirian ekonomi syariah memberi rasa aman dan harga diri bagi keluarga. Melalui koperasi dan pelatihan wirausaha, Wanita PUI memperkuat ekonomi rumah tangga sekaligus memperkuat stabilitas mental anggota keluarga.
  7. Ishlahul Mujtama’. Komunitas Peduli, Mental Sehat Bersama
    Jiwa yang terluka pulih ketika diterima oleh komunitas yang penuh kasih sayang. Majelis taklim, Majlisul Ilmi dan kegiatan sosial Wanita PUI menjadi sarana pemulihan kolektif yang menumbuhkan empati dan kepedulian sosial.
  8. Ishlahul Ummah. Mental yang Sehat, Ummat yang Kuat.
    Ummat yang kuat lahir dari keluarga yang sehat mentalnya. Ishlah an-nafs — perbaikan diri — menjadi langkah pertama menuju perbaikan ummat. Menjaga kesehatan mental berarti menjaga amanah Allah agar manusia hidup dalam keseimbangan lahir dan batin diri, keluarga, masyarakat dan ummat.

Penutup

Memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia bukan sekadar mengikuti momentum global.
Wanita Persatuan Ummat Islam memandang perjuangan meneguhkan ketahanan keluarga sejatinya adalah perjuangan menjaga kesehatan mental ummat — di rumah, di majelis ilmu, di sekolah, masjid, masyarakat juga di ruang digital. Dari keluarga berketahanan inilah akan lahir generasi yang tangguh, berakhlak, dan membawa peradaban rahmatan lil ‘alamin.
Dalam bingkai Ishlahuts Tsamaniyah, kesehatan mental bukan hanya bebas dari gangguan, tetapi menghadirkan ketenangan, kedewasaan emosional, dan keteguhan spiritual. Keluarga yang sehat mentalnya akan melahirkan masyarakat yang peduli, ekonomi yang kokoh, budaya yang beradab, dan ummat yang bersatu di bawah kasih sayang Ilahi.

Exit mobile version