KH Ahmad Heryawan: Hadirkan Islam Wasathiyah, Islam yang Memudahkan dan Menentramkan

Jakarta, 4 Juli 2025 — Ketua Majelis Masyayikh Persatuan Ummat Islam (PUI), KH. Dr. Ahmad Heryawan, M.Si, memberikan tausiyah penting dalam sesi pembinaan ruhiyah pada Muktamar ke-5 Wanita PUI. Dalam arahannya, beliau mengajak seluruh peserta untuk menghidupkan kembali pemahaman Islam yang wasathiyah—Islam yang moderat, seimbang, dan menenteramkan—sebagai jalan dakwah dan kebangkitan umat di tengah tantangan zaman.
“Seiring waktu, terjadi degradasi pemahaman terhadap Islam. Namun, dalam sejarah, selalu ada ulama dan kelompok umat yang meluruskan kembali pemahaman Islam agar tetap sesuai dengan nilai-nilai aslinya. Mari kita hadirkan kembali sikap Islam yang wasathiyah,” tegas Aher, sapaan akrab beliau.
Wasathiyah: Jalan Tengah yang Lurus dan Menenangkan
Ahmad Heryawan menjelaskan bahwa wasathiyah bermakna pertengahan antara dua titik ekstrem: tidak mempersulit, namun juga tidak menggampangkan. Islam yang lurus, tenteram, dan adil inilah yang harus terus dijaga, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 143:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَـٰكُمْ أُمَّةًۭ وَسَطًۭا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia…” (QS. Al-Baqarah: 143)
Menurutnya, Rasulullah ﷺ akan membela umatnya jika mereka membela ajaran Islam yang benar, yaitu ajaran Islam yang bersifat wasathiyah, bukan yang melenceng ke arah radikalisme ataupun liberalisme.
Beliau juga mengutip hadits riwayat Bukhari:
“Sungguh agama ini adalah agama yang mudah. Tidaklah seseorang mempersulit agama, kecuali ia akan menjadi sulit.”
Oleh karena itu, lanjutnya, dakwah dan pendidikan Islam harus dihadirkan secara mudah, menyenangkan, dan membahagiakan.
Tugas Wanita PUI: Bawa Islam yang Gembira dan Bersahabat
Ahmad Heryawan menekankan bahwa Wanita PUI memiliki tanggung jawab besar dalam menghadirkan Islam yang ramah di tengah masyarakat. Beliau mengutip prinsip dakwah Rasulullah:
“Yassiru wala tu’assiru, basyiru wala tunaffiru” – Mudahkanlah, jangan dipersulit; beri kabar gembira, jangan buat orang lari.”
Islam, lanjut beliau, adalah agama yang membawa rahmat, kenyamanan, dan optimisme. Hal ini menjadi penting, mengingat saat ini masih 61% Muslim di Indonesia belum menunaikan salat lima waktu, dan banyak umat yang belum mengenal pokok-pokok ibadah secara baik.
“Jangan dulu bicara soal wanita internasional atau isu global. Ajak dulu umat ini untuk mengenal dan mengamalkan dasar-dasar iman: tauhid, salat, puasa, zakat, dan ibadah lainnya. Islam harus disampaikan dengan cara yang paling sederhana dan membahagiakan,” tutur beliau.
Mengajarkan yang Paling Pokok dan Dasar
Dalam upaya menghadirkan Islam yang mudah, KH. Ahmad Heryawan mencontohkan bahwa dalam salat fardu, yang wajib dibaca hanya empat:
- Takbiratul ihram
- Surat Al-Fatihah
- Tasyahud Akhir
- Salam
“Ajarkan yang pokok terlebih dahulu, jangan langsung yang rumit. Kita ini bukan diutus untuk menyulitkan. Bahkan Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Innama bu’itstum muyassirin, walam tuba’atsu mu’assirin’ – Kalian diutus untuk memudahkan, bukan menyusahkan.”
Beliau juga menekankan bahwa surga sangat mungkin diraih, sebagaimana hadits Nabi ﷺ:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan salat, berpuasa Ramadan, (zakat dan haji jika mampu), maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
Unsur-Unsur Islam Wasathiyah
KH Ahmad Heryawan menutup arahannya dengan menyebut empat unsur utama dalam konsep Islam Wasathiyah:
- Tawazun (keseimbangan): antara dunia dan akhirat, antara ruhani dan jasmani, antara ibadah dan kerja.
- Al-‘Adl (keadilan): menempatkan segala sesuatu pada tempatnya; menjauhi kezaliman.
- Al-I’tidal (sikap tengah): dalam berkata, bertindak, maupun dalam penetapan hukum.
- Ar-Rahmah wa At-Tasamuh (kasih sayang dan toleransi): terutama kepada sesama Muslim, tapi juga kepada seluruh manusia.
Beliau menambahkan bahwa Islam yang ideal adalah yang lurus dan penuh kelembutan. Inilah Islam yang paling disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, dan menjadi warisan dakwah yang harus diteruskan oleh generasi PUI, khususnya para perempuan pejuang dakwah.