OpiniPendidikan

Membangun Persatuan Warga PUI

Oleh: Raizal Arifin

Sekjen DPP PUI

Salah seorang sesepuh PUI pernah menyampaikan bahwa bila dihitung, warga PUI di Jawa Barat dan seluruh Indonesia ini bisa mencapai 5 juta orang. Sebuah angka fantastis yang membuat PUI layak disebut Ormas Islam terbesar ke-3 di Indonesia, meskipun masih tertinggal saudara sebaya PUI yaitu 100 juta warga NU dan 60 juta lebih warga Muhammadiyah. Jumlah 5 juta ini tetap merupakan nilai lebih dan kebanggaan mengingat adanya kekosongan gerak berpuluh tahun dalam sejarah PUI. Namun pertanyaan yang lebih penting adalah: Bisa apa PUI dengan 5 juta warganya ini?.

Sebelum berbicara apa kiprah dan karya besar yang dilakukan PUI, kita sebagai warga PUI perlu sama-sama bermuhasabah, mengintrospeksi diri apakah besarnya jumlah kita bisa membuat PUI menjadi gelombang yang melakukan perbaikan besar (ishlah) di negeri ini, atau justru Cuma buih di lautan yang terombang ambing tak jelas akan kemana dan menjadi apa.

Tentu kita ingin mengingkari bahwa warga PUI hanyalah ibarat buih di lautan, tapi kita pun masih berat untuk mengatakan bahwa kita adalah sebuah gelombang besar yang mampu menghasilkan dampak (impact) besar di lingkungan kita di negeri yang kita cintai ini.

Kita harus berani jujur dan bertanggung jawab mengakui bahwa warga PUI tidaklah sedikit. Terbukti dengan hadirnya ribuan sekolah/pesantren, jutaan alumni yang pernah menjadi murid dari guru dan kiyai-kiyai PUI. Bentuk pertanggungjawaban dari fakta ini adalah amanah untuk membuat 5 juta warga PUI ini bisa membangun kehidupan yang layak, beribadah yang baik & tenang, juga menjadi actor perbaikan sebagaimana doktrin/ideology intisab dan misi ishlahutsamaniyah PUI. Yang outcome nya adalah seberapa banyak (kuantitas) dan seberapa besar (kualitas) perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dunia yang bisa PUI dan warganya lakukan?.

Ini adalah panggilan bagi seluruh pengurus PUI dari pusat hingga ranting, unit pendidikan PUI, pelajar dan pemuda PUI, majelis taklim PUI, wanita PUI, dan seluruh badan, lembaga juga komunitas yang ada di lingkungan PUI. Bahwa untuk bisa mewujudkan tantangan besar ini, kita perlu melakukan satu langkah penting yaitu membangun soliditas dan persatuan seluruh warga PUI. Tanpa persatuan, kita akan seperti buih yang tercerai berai tak bermakna. Tanpa persatuan, kita tak akan bisa meneruskan cita-cita para pendiri PUI bahkan bisa dikatakan mengkhianati amanat para pendiri PUI. Tidak penting apa latar belakang atau bagaimana cerita bagaimana kita bisa menjadi warga PUI, yang terpenting adalah apakah kita mau bersatu dan berdedikasi membesarkan PUI atau tidak.

Secara klasik, persatuan itu bisa dibangun oleh dua alasan sederhana: adanya musuh bersama atau adanya “hidangan” yang bisa disantap bersama. Alasan pertama, adanya musuh bersama, membuat kita memiliki mentalitas oposisi bahkan anti system. Hal yang tidak lagi relevan di dunia modern saat ini dimana wasatoniyah dan kolaborasi menjadi kebutuhan dan cara membangun kesuksesan. Alasan kedua (adanya “hidangan”) membuat kita tak lebih sebagai kumpulan manusia egois dan pragmatis. Hal yang tidak diajarkan para sahabat Rasulullah SAW dimana saat mereka berhijrah dari Mekkah ke Madinah, mereka berjalan ditengah terik panas yang sangat melelahkan dengan meninggalkan segala harta benda bahkan keluarga mereka yang tak beriman.

Maka persatuan bagi kita warga PUI adalah persatuan yang dilandaskan pada cita-cita besar. Cita-cita besar yang membuat Bilal bin Rabbah kokoh menahan beban batu besar yang menimpa tubuhnya disertai cambukan yang menyakitkan. Cita-cita yang membuat para sahabat terbaik meninggalkan harta dan kenangan mereka di mekkah demi membangun peradaban baru di Madinah. Cita-cita yang menggerakkan KH Abdul Halim, KH Ahmad Sanusi dan Mr Samsudin melawan penjajahan dengan segala pengorbanan dan kepayahan yang dijalaninya. Persatuan inilah yang perlu digaungkan, disadarkan dan dibangun dalam komunitas warga PUI kita. Bukan persatuan atas permusuhan atau kepentingan dunia semata.

Ada pepatah yang bilang kalau “manusia besar” itu banyak bicara gagasan, “manusia sedang” bicara peristiwa, “manusia kecil” bicara orang lain, dan “manusia kerdil” bicara tentang diri sendiri. Boleh lah kita bicara romantisme sejarah dan kebesaran masa lalu diri/organisasi kita. Namun kebesaran PUI hari ini dan di masa depan ditentukan oleh seberapa besar manusia-manusia yang ada di komunitas PUI. Seberapa besar cita-cita dan gagasan PUI dan bagaimana keterkaitannya dengan gagasan & karya diri kita. Ini juga selaras dengan hadis Nabi Muhammad SAW: khoirunnas anfa’uhum linnas. Manusia dan organisasi terbaik adalah yang paling memberikan kebermanfaatan (impact) paling besar bagi manusia di sekitar mereka.

Mungkin kita bisa mulai meningkatkan kualitas unit-unit pendidikan kita (PUI) dan juga kita harus saling bahu membahu membantu sebanyak mungkin pelajar, mahasiswa dan warga PUI agar bisa Bersama-sama meraih kesuksesan akhirat, dan juga kesukesan dunia seperti sukses dalam akademik, sukses berkarir, sukses dalam membangun rumah tangga, sukses membangun bisnis, sukses melakukan mobilitas vertical, sukses menjadi pemimpin dan kesuksesan lainnya.

Dengan demikian akumulasi kesuksesan-kesuksesan individidu warga PUI akan menjadi bangunan kesuksesan PUI dan kejayaan Indonesia. Yang sudah barang tentu kesuksesan itu bersandar pada hajat menciptakan kebaikan dan perbaikan (ishlah) dengan kebermafaatan (impact) sebesar-besarnya bagi warga PUI dan juga Bangsa Negara Indonesia.

Impact before success, kesuksesan akan mengikuti seberapa besar kebermanfaatan yang bisa kita berikan. Inilah misi persatuan yang kita bangun kembali dalam tubuh PUI kita. Saatnya PUI Bersatu Perbaiki Indonesia. Walahu’alam bishawab.

Related Articles

Back to top button