Pers Rilis Wanita PUI Mengenai PP No 28 Tahun 2024

PERS RILIS WANITA PUI
MENGENAI
PERATURAN PEMERINTAH RI NO 28 TAHUN 2024 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023 TENTANG KESEHATAN
Pada tanggal 26 Juli 2024 Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kami Wanita Persatuan Umat Islam (Wanita PUI) yang selama ini concern terhadap issu perempuan, anak dan keluarga merasa berkeberatan dan menolak terhadap pengaturan yang terkandung di dalam PP tersebut. Setelah dianalisa, PP yang memuat 1171 Pasal pengaturan yaitu salah satunya Pasal 103 ayat (4) huruf (e) yang mengatur mengenai Upaya Kesehatan Sistem Reproduksi Usia Sekolah dan Remaja dengan memberikan Pelayanan Kesehatan Reproduksi salah satunya “penyediaan alat kontrasepsi”.
Frasa penyediaan alat kontrasepsi dalam Pasal tersebut, tentu saja mengandung tafsiran dengan pemberian fasilitas alat kontrasepsi salah satu yang dikenal oleh masyarakat yaitu alat pengaman seks berupa penggunaan kondom. Sedangkan bagi kami, usia sekolah dan remaja belum membutuhkan alat kontrasepsi yang rawan disalahgunakan sebagai perilaku seks bebas. Meskipun Kementrian Kesehatan telah memberikan penjelasan bahwa Usia Sekolah dan Remaja yang dimaksud adalah remaja yang siap menikah. Namun, di dalam bagian penjelasan tidak menjelaskan terkait “siapa yang menjadi subyek” dari pengaturan mengenai Usia Sekolah dan Remaja, karena di bagian Penjelasan Pasal hanya menerangkan “Cukup Jelas”. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa pengaturan tersebut, berpotensi dapat ditafsirkan penyediaan alat kontrasepsi bagi siapapun yang memasuki usia sekolah dan remaja tanpa ada spesifikasi “bagi remaja yang siap menikah” karena pernyataan tersebut, akan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang melarang perkawinan bagi setiap orang yang berusia di bawah 19 (Sembilan belas) tahun.
Tentu saja, kami menilai, frasa dalam pengaturan PP tersebut menjadi tidak jelas makna dan tujuannya serta akan menjadi peraturan yang absurd, bahkan yang sungguh memprihatinkan seolah negara dinilai memberikan celah terjadinya liberalisasi seks di Indonesia dengan penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja.
Pengaturan dalam PP tersebut sangatlah krusial berpotensi akan merusak moralitas usia sekolah dan remaja sebagai generasi bangsa ini, termasuk tidak relevan untuk dimasukkan dalam PP sebagai Pelaksana UU Kesehatan, juga telah bertentangan dengan sila Pertama Pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 28 B UUD RI tahun 1945 yang memberikan hak bagi setiap warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Kemudian, dengan hadirnya pengaturan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 ayat (4) huruf (e) PP No. 28 Tahun 2024 tentu saja sangat mengkhawatirkan menyebabkan maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja Indonesia.
Pengaturan mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja juga bertentangan dengan tujuan perlindungan anak Indonesia dari kejahatan seksual yang tentu bertentangan dengan semangat di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal mana penyediaan alat kontrasepsi akan dimaknai sebagai “legitimasi” negara bagi perilaku persetubuhan yang dapat dilakukan oleh Remaja, sehingga dapat mereduksi jaminan perlindungan anak dari persetubuhan dengan sesama anak di bawah umur (usia sekolah) sebagaimana diatur dalam Pasal 76 E pada frasa tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Sehingga pengaturan perlindungan anak dari kejahatan seksual akan menjadi blunder.
Wanita PUI sampaikan agar Pemerintah segera meninjau kembali dan melakukan revisi terhadap pengaturan mengenai penyediaan alat kontrasepsi pada Pasal 103 ayat (4) huruf e, karena telah bertentangan dengan Sila Ketuhanan yang tercantum dalam Pancasila, UUD 1945 dan pasal-pasal perlindungan anak terhadap kejahatan seksual serta dapat meruntuhkan nilai-nilai moralitas yang telah hidup (living law) di dalam masyarakat Indonesia selama ini.
Jakarta, 7 Agustus 2024
Iroh Siti Zahroh
Ketua Umum