Kabar Daerah

PUI Dorong Revisi UU Haji: Perluas Peran Ormas Islam dan Optimalisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji

PUI.OR.ID, Jakarta, 19 Februari 2025 – Dewan Pengurus Pusat Persatuan Ummat Islam (DPP PUI) turut serta dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VIII DPR RI terkait revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam rapat yang berlangsung di Gedung DPR RI, Jakarta, PUI bersama sejumlah ormas Islam menyampaikan pandangan mengenai urgensi revisi regulasi tersebut guna menyesuaikan dengan kebijakan terbaru Pemerintah Arab Saudi serta meningkatkan efektivitas penyelenggaraan haji bagi jemaah Indonesia.

Sekretaris Jenderal DPP PUI, Dr. Mas. Kana Kurniawan, M.A.Hk., menegaskan bahwa revisi ini penting untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi, baik dalam kebijakan Arab Saudi maupun dalam kebutuhan umat Islam di Indonesia.

“Kami mengusulkan agar Amirul Hajj ditambah sesuai dengan jumlah ormas Islam yang memiliki sejarah dalam perumusan dasar negara saat sidang BPUPKI atau yang sudah ada sebelum kemerdekaan. Ini untuk memastikan representasi umat Islam yang lebih adil dan proporsional, khususnya PUI sebagai perwakilan penuh dan permanen Amirul Hajj,” ujar Dr. Mas. Kana Kurniawan.

Selain itu, PUI juga mendukung pembentukan Kementerian Urusan Haji agar penyelenggaraan ibadah haji lebih profesional dan langsung berada di bawah Presiden.

Ketua Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI, H. Singgih Januratmoko, bersama Wakil Ketua Komisi VIII H. Ansori Siregar dan H. Abdul Wachid, memimpin jalannya rapat yang turut dihadiri oleh perwakilan dari ormas Islam seperti PUI, MUI, Muhammadiyah, NU, Al-Washliyah, Mathla’ul Anwar, Nahdlatul Wathan, Al-Khairat, dan LDII.

Dalam forum tersebut, DPP PUI diwakili oleh Dr. Mas. Kana Kurniawan, M.A.Hk (Sekjend), Rijalul Imam, M.Si. (Kabid Dakwah), Ir. Yance Andrianto (Kabid Pembinaan Masjid dan Pondok Pesantren), dan Abdul Majid (Kesekjenan DPP PUI).

PUI menilai bahwa revisi UU ini diperlukan mengingat kebijakan Arab Saudi yang terus berkembang, termasuk perubahan dalam sistem pengelolaan haji yang kini berada di bawah Kementerian Pariwisata Arab Saudi. Hal ini berdampak pada berbagai aspek, seperti sistem kuota haji, persyaratan kesehatan, serta aspek ekonomi yang kini lebih dikelola secara profesional oleh Pemerintah Arab Saudi.

Selain itu, digitalisasi dalam layanan haji juga semakin berkembang dengan penerapan sistem pendaftaran elektronik, pembayaran digital, serta aplikasi berbasis teknologi yang mempermudah jemaah dalam mendapatkan layanan. Oleh karena itu, regulasi nasional perlu menyesuaikan dengan perkembangan ini agar tidak tertinggal dalam memberikan kemudahan bagi jemaah haji Indonesia.

DPP PUI juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana haji yang selama ini dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Optimalisasi investasi dana haji harus dilakukan dengan sistem yang lebih transparan dan efisien agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh jemaah. Selain itu, pengaturan yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kuota haji, memastikan antrean keberangkatan berjalan tertib, serta meningkatkan kualitas layanan yang diterima oleh jemaah.

Melalui revisi ini, diharapkan ada pembaruan ketentuan terkait pendaftaran, antrean, dan prioritas keberangkatan jemaah sesuai dengan kebijakan baru. Selain itu, investasi dalam ekosistem pelaksanaan haji di Arab Saudi dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelayanan jemaah, baik dari segi akomodasi, transportasi, maupun konsumsi. Dengan sistem penyelenggaraan haji yang lebih baik, tertib, dan efisien, umat Islam di Indonesia diharapkan dapat melaksanakan ibadah haji dengan lebih mudah, terjangkau, serta bebas dari kendala administratif yang selama ini sering terjadi.

PUI menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 merupakan langkah krusial dalam menyesuaikan kebijakan haji dengan perubahan global. Dengan adanya perbaikan dalam regulasi, diharapkan tidak ada lagi calon jemaah yang gagal berangkat karena kendala biaya, sistem antrean yang berantakan, atau ketidaksesuaian dengan kebijakan Arab Saudi. Reformasi ini diharapkan dapat menciptakan penyelenggaraan haji yang lebih transparan, efisien, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi umat Islam Indonesia.

Related Articles

Back to top button