OpiniSiaran Pers

Sekilas Sejarah 103 Tahun Persatuan Ummat Islam (PUI)

SEJARAH telah mencatat, bahwa kelahiran organisasi Persatuan Ummat Islam (PUI) ditandai dengan disahkannya perhimpunan Persjarikatan ‘Oelama, pimpinan KH. Abdul Halim, oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Gouvernment Besluit Nomor 43 Tahun 1917, tertanggal 21 Desember 1917 M / 6 Rabi’ul Awal 1336 H. Dalam Sidang Majelis Syuro, tanggal tersebut disepakati serta ditetapkan sebagai hari lahir PUI dan kemudian dicantumkan dalam Anggaran Dasar PUI Pasal 1 Ayat 2 yang disahkan pada tanggal 28 Desember 2019 M/ 1 Jumadil ula 1441 H.

PUI terlahir dari kepedulian terhadap nasib bangsa oleh tiga tokohnya yakni K.H. Abdul Halim, K.H. Ahmad Sanusi, dan Mr. R. Syamsuddin, untuk berjuang melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan, ketertindasan, kebodohan, kemiskinan, dan politik perpecahan. Ketiganya tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia serta memiliki peranan penting dalam menyusun narasi besar lahirnya NKRI sebagai anggota BPUPKI.

Alhamdulillah, ketiga tokoh pendiri PUI tersebut telah mendapatkan Penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah, dan salah satu diantaranya yakni KH. Abdul Halim pada tahun 2006 di anugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia.

Secara faktual, PUI yang saat ini eksis berdiri merupakan fusi dari dua perhimpunan besar yang didirikan oleh tokoh-tokoh tersebut, yakni Persjarikatan ‘Oelama yang berubah nama menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI) pimpinan KH. Abdul Halim yang berkedudukan di Majalengka dan Al-Ittihadijatoel Islamijjah (AII) yang berubah nama menjadi Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) pimpinan KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi, pada tanggal 5 April 1952, dengan satu tujuan, yakni menggalang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia serta untuk mengurangi pertentangan dan perpecahan diantara Ummat Islam.

Cikal bakal Perikatan Oemmat Islam (POI) bermula dari didirikannya Jam’iyyah Hajatoel Qoeloeb oleh KH. Abdul Halim di Majalengka  pada Senin, tanggal 17 Juli 1911 M/ 20 Rajab 1329 H sebagai perkumpulan. Tujuannya, mewadahi kegiatan taklim agama Islam yang sudah berlangsung sebelumnya dengan nama Madjlisoel ‘Ilmi, serta program pendidikan melalui madrasah I’anat al-Muta’allimin dan kegiatan sosial ekonomi melalui koperasi dan usaha pertanian.

Jam’iyah Hajatoel Qoeloeb melalui rapat pengurus pada Selasa 16 Mei 1916 M/13 Rajab 1334 H, diubah menjadi Jam’iyah I’anat al-Muta’allimin. Namun, ketika diurus izinnya ke pemerintah Hindia Belanda, atas saran Haji Oemar Said Tjokroaminoto, namanya diubah menjadi Persjarikatan Oelama (PO) yang kemudian mendapat pengesahan pada tanggal 21 Desember 1917. Pada tahun tanggal 15 Februari 1943 M / 10 Safar 1362 H perhimpunan ini berubah nama menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI).

Sedangkan Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) diawali dengan didirikannya Al-Ittihadijatoel Islamijjah (AII) pada hari Sabtu, 21 November 1931 M/11 Rajab 1350 H di Batavia Centrum (Jakarta dari tahun 1931-1934) oleh KH. Ahmad Sanusi dan selanjutnya berpusat di Sukabumi (1934-1952). Kemudian, namanya diubah menjadi Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) pada Selasa 01 Februari 1944 M/ 06 Shafar 1363 H.

Perhimpunan ini dibentuk asal mulanya untuk menjawab kegundahan hati dan pemikiran para alim ulama Priangan Barat yang mendapat serangan pemikiran secara bertubi-tubi dan membabi buta dari kelompok puritan Majelis Ahli Sunnah Cimalame (MASC) Garut yang disinyalir merupakan salah satu bagian strategi Pemerintah Kolonial Belanda dalam memecah belah ummat Islam dari dalam dengan politik devide et empira.

Kini 103 tahun sudah goresan perjalanan panjang PUI telah tertoreh dalam upayanya berkontribusi serta berkiprah melaksanakan misi Ishlah Tsamaniyah dan menghadirkan nilai-nilai dakwah Islam Wasathiyah di tengah ummat bukan hanya Indonesia namun juga Dunia. (NHZ)

Related Articles

Back to top button