PB HIMA PUI Menolak Keras Permenkominfo tentang PSE Lingkup Privat
PERNYATAAN SIKAP
PENGURUS BESAR HIMPUNAN MAHASISWA
PERSATUAN UMMAT ISLAM (PB HIMA PUI)
Nomor: B.002/SPS/PB-HIMAPUI/VII/2022
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (PB HIMA PUI) menyatakan penolakan keras terhadap penerapan Permenkominfo No. 10 tahun 2021 tentang perubahan atas Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Penerapan regulasi pada Permenkominfo tersebut telah menyebabkan kegaduhan terkait kekhawatiran diblokirnya sejumlah platform digital yang luas digunakan di Indonesia seperti Google, Facebook, WhatsApp, Instagram, dan Twitter, jika berbagai platform tersebut tidak melakukan pendaftaran ke Kominfo pada tanggal 20 Juli 2022.
Ketentuan-ketentuan dalam Permenkominfo 5/2020 tersebut mengandung muatan yang berpotensi bertentangan dengan pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta Resolusi Dewan HAM PBB A/HRC/RES/32/13, terutama terkait penempatan kedudukan data pribadi dalam PSE privat yang begitu mudah untuk diakses oleh kepentingan otoritas. Permenkominfo 5/2020 juga memungkinkan memaksa semua PSE dari beragam platform media sosial, penyediaan layanan berbasis daring atau online, untuk tunduk dan menerima yurisdiksi domestik atau lokal, baik atas konten dan penggunaan konten dalam praktik keseharian.
Dalam konteks ini, jelaslah bahwa arah kebijakan dan aturan melalui Permenkominfo 5/2020 justru menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang mewajibkan pendaftaran PSE privat dan menundukkan diri pada sistem hukum domestik/nasional. Kerangka hukum kewajiban demikian justru melemahkan posisi perlindungan segala platform media sosial, aplikasi, dan penyedia layanan online lainnya, terutama untuk menerima yurisdiksi domestik/nasional atas konten dan kebijakan dan praktik data pengguna. Kerangka hukum demikian sangat rentan menjadi instrumen represif yang akan bertentangan atau bahkan melanggar hak asasi manusia.
Selain itu penerapan regulasi tersebut akan berdampak pada masyarakat banyak yang dapat terkendala dalam mengakses layanan dan manfaat berbagai platform digital tersebut di Indonesia. Padahal sesuai dengan hukum hak asasi manusia, persyaratan pendaftaran semacam ini merupakan bentuk gangguan terhadap hak atas kebebasan berekspresi, dan hanya dapat diterima jika diperlukan dan proporsional serta untuk mencapai tujuan yang sah. Persyaratan yang berat dan mengandung cakupan luas seperti yang ditetapkan Permenkominfo ini jelas-jelas tidak memenuhi standar tersebut.
Semisal, adanya aturan agar platform digital diwajibkan memberikan informasi kepada Kominfo tentang rutinitas pengelolaan data mereka dan harus menjamin akses penegak hukum ke sistem dan data elektronik tanpa memerlukan perintah pengadilan. Hal tersebut menimbulkan risiko penerobosan data pribadi pengguna yang sebenarnya melanggar hak-hak privasi saya sebagai pengguna platform digital tersebut.
Permenkominfo juga mewajibkan platform digital untuk menghapus konten yang diminta Kominfo atau penegak hukum dalam waktu 24 jam dan 4 jam untuk permintaan penghapusan ‘mendesak’ seperti untuk konten yang melibatkan terorisme, gambar pelecehan seksual anak, atau ‘yang mengganggu masyarakat atau ketertiban umum’. Padahal penafsiran ‘yang mengganggu masyarakat atau ketertiban umum’ kerap kali disalahgunakan otoritas dengan sasaran warga yang sekadar mengangkat problem nyata seputar diskriminasi, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Apalagi regulasi ini juga meminta platform digital untuk secara proaktif memantau dan menyaring konten. Ini bentuk pengalihan tanggungjawab yang tidak tepat, karena Prinsip-Prinsip Manila tentang Tanggung Jawab Perantara menyatakan bahwa perantara internet tidak boleh diminta untuk secara proaktif memantau konten, dan Pelapor Khusus PBB untuk kebebasan berekspresi juga berpendapat bahwa kegagalan untuk melindungi tanggung jawab perantara ‘akan menciptakan nuansa kuat untuk menyensor.’
Atas berbagai pertimbangan dan temuan tersebut, PB HIMA PUI mendesak Presiden RI Joko Widodo agar segera memberi teguran kepada Menkominfo untuk mencabut regulasi dalam Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. PB HIMA PUI juga menolak keras sikap Menkominfo yang sudah berkali-kali diminta memperbaiki regulasi ini, tetapi tidak kunjung mengindahkan protes dari publik.
Jakarta, 19 Juli 2022
Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (HIMA PUI)
Muhammad Syauqi Hafiz
Ketua Umum