Ishlahul Ailah: Meneguhkan Ketahanan Keluarga, Mengisi Kemerdekaan

Penulis: Rita Juniarty
Ketua Lembaga Ketahanan Keluarga DPP Wanita PUI
Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan bangsa. Justru di sinilah perjalanan panjang dimulai. Setelah penjajah pergi, tugas kita belum selesai. Masih ada tanggung jawab besar: memperbaiki diri, membangun kehidupan, dan menegakkan nilai-nilai yang memuliakan manusia. Inilah yang disebut ishlah — perbaikan yang berkelanjutan.
Bagi Wanita Persatuan Ummat Islam (Wanita PUI), kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan fisik. Lebih dari itu, ia berarti bebas dari kebodohan, kemiskinan, kerusakan moral, dan rapuhnya ketahanan keluarga.
Dalil Al-Qur’an dan Hadis: Fondasi Ketahanan Keluarga
Allah Swt. berfirman:
يَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِیكُمۡ نَارࣰا …
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini menegaskan bahwa memperbaiki keluarga adalah kewajiban utama setiap Mukmin. Tanggung jawab spiritual dan sosial dimulai dari rumah. Dengan membimbing keluarga pada iman, akhlak, dan ketakwaan, seorang Mukmin tidak hanya menyelamatkan rumah tangganya, tetapi juga menjadi penopang moral masyarakat dan bangsa. Keluarga yang kuat secara iman adalah benteng pertama dari kerusakan moral dan sosial yang bisa melemahkan bangsa.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895)
Hadis ini menegaskan bahwa kebaikan keluarga adalah ukuran kebaikan seorang Mukmin. Keluarga yang harmonis menjadi inti kebaikan yang meluas ke masyarakat. Rasulullah ﷺ memberikan teladan langsung: memperhatikan keluarga adalah bagian dari amal ibadah dan kontribusi nyata bagi bangsa.
Dari kedua dalil ini jelas bahwa Ishlah Ailah bukan sekadar perbaikan rumah tangga, melainkan perjuangan moral dan sosial. Keluarga yang teguh dalam iman dan akhlak melahirkan generasi merdeka lahir batin, berdaya secara mental, dan siap menghadapi tantangan zaman. Kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tapi juga dari penjajahan pikiran, budaya destruktif, dan kerentanan moral.
Kemerdekaan sebagai Proses Ishlah
Sering kali kemerdekaan dipahami hanya sebagai peristiwa sejarah: proklamasi, perang, atau pengibaran bendera. Padahal, hakikat kemerdekaan adalah proses ishlah yang tidak pernah berhenti.
Hari ini, bangsa menghadapi penjajahan baru: pikiran, budaya konsumtif, hedonisme, hingga gaya hidup yang melemahkan identitas umat. Oleh karena itu, kemerdekaan sejati berarti mampu berdiri tegak di atas nilai dan jati diri sendiri.
Wanita PUI meyakini bahwa kunci kemerdekaan ada pada ketahanan keluarga. Dari keluarga lahir generasi yang berakhlak, percaya diri, dan siap menghadapi tantangan zaman. Rumah tangga yang harmonis adalah laboratorium pertama untuk membangun bangsa merdeka lahir batin.
Keluarga: Benteng Kemerdekaan
Banyak masalah bangsa berakar dari lemahnya keluarga, misalnya:
- Anak-anak lebih dekat dengan gawai daripada orang tua.
- Suami-istri sibuk sendiri, komunikasi renggang.
- Ekonomi rumah tangga rapuh, rentan hutang.
- Nilai agama luntur, digantikan tren sesaat.
Di sinilah Ishlahul Ailah menjadi penting. Wanita adalah madrasah pertama bagi anak, penguat moral bagi suami, sekaligus penggerak ekonomi rumah tangga. Jika perempuan berdaya, keluarga kokoh, maka bangsa pun tangguh.
Mengisi Kemerdekaan dengan Tindakan Nyata: Ishlahuts Tsamaniyah
Kemerdekaan bukan hanya simbol atau upacara. Ia harus diisi dengan aksi nyata. Wanita PUI menawarkan Ishlahuts Tsamaniyah — delapan bidang ishlah yang bisa dimulai dari rumah:
1. Ishlahul Aqidah – Menanamkan tauhid murni, merdeka dari syirik dan paham sesat.
2. Ishlahul Ibadah – Rumah sebagai pusat ibadah: shalat berjamaah, doa bersama, tilawah Al-Qur’an dll. Merdeka dari lalai beribadah dan hidup tanpa arah.
3. Ishlahul Tarbiyah – Budaya cinta ilmu, mendukung pendidikan anak dengan nilai akhlak kuat. Merdeka dari kebodohan.
4. Ishlahul Ailah – Rumah tangga sakinah mawaddah dan rahmah. Merdeka dari komunikasi renggang, pertengkaran berkepanjangan bahkan perceraian.
5. Ishlahul Al-Adah – Melestarikan budaya Islam, menolak tradisi merusak moral. Merdeka dari budaya destruktif.
6. Ishlahul Iqtisod – Kemandirian ekonomi keluarga, mengelola keuangan dengan bijak. Merdeka dari kemiskinan struktural.
7. Ishlahul Mujtama – Keluarga peduli masyarakat dan lingkungan. Merdeka dari individualisme.
8. Ishlahul Ummah – Kesadaran cinta tanah air dan bangsa. Merdeka dari perpecahan.
Dengan delapan ishlah ini, keluarga bukan hanya objek pembangunan, tetapi subjek yang aktif memperbaiki bangsa dari akar.
Ketahanan Keluarga: Wujud Kemerdekaan Sejati
Keluarga yang kuat aqidahnya, benar ibadahnya, terjamin pendidikan dan ekonominya, menjaga adat, solid bermasyarakat, dan bersatu sebagai umat — inilah kemerdekaan sejati.
Wanita PUI yakin Ishlahul Ailah adalah amal kebangsaan. Keluarga adalah miniatur negara. Apa yang terjadi di dalam rumah tangga tercermin dalam wajah bangsa.
Dengan meneguhkan ketahanan keluarga, Wanita PUI bukan hanya menjaga rumah tangga, tapi juga menjaga bangsa. Mengisi kemerdekaan melalui Ishlahuts Tsamaniyah adalah cara melanjutkan semangat para pejuang: membangun bangsa merdeka lahir batin, bermartabat, dan berdaulat.
Kemerdekaan hari ini adalah titipan. Tugas kita bukan hanya merayakan, tapi juga merawat dan mengisinya. Perempuan, melalui keluarga, memegang peran kunci dalam memastikan kemerdekaan itu benar-benar bermakna.
Merdeka berarti memperbaiki diri, meneguhkan keluarga, dan menjadikan rumah tangga sebagai pusat ishlah demi bangsa yang beradab dan bermartabat.



