DakwahOpini

Berjuanglah Mendapatkan Lailatul Qadar

Oleh: KH. Dr. Wido Supraha, M.Si.

PUI.OR.ID – Sebagaimana beberapa kitab suci sebelumnya, Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan di malam yang penuh keberkahan, malam al-Qadar, malam yang kemuliaannya lebih baik dari 1000 bulan atau sekitar 83 tahun 4 bulan lebih. Keberkahan malam itu terus mengalir di setiap tahunnya hingga menjelang Hari Kiamat kelak. Di malam itu turun banyak malaikat dan malaikat Jibril pada khususnya, sehingga malam itu penuh kedamaian dan kesejahteraan (salaam).

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ

Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).

Juga Surat Ad-Dukhan [44] ayat 3:

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ

Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan.

Juga tentunya Surat Al-Qadar [97] ayat 1:

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar.

Terkait bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya beberapa kitab suci sebelumnya, dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat

أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَالإِنْجِيلُ لِثَلاَثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَأَنْزَلَ اللَّهُ الْقُرْآنَ لأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ.

“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tiga belas Ramadhan, dan Allah menurunkan Al-Quran pada dua puluh empat Ramadhan.”

Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah SWT (bukan makhluk), mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, yang diturunkan kedalam kalbu beliau yang mulia, sampai kepada kita secara mutawatir, dan membacanya akan mengundang datangnya balasan pahala, hadir sebagai sumber hidayah yang mendidik pembacanya memiliki kompetensi untuk dapat membedakan hakikat sesuatu dan kemudian menetapkan posisi dirinya selalu pada apa yang Allah ridhai. Diturunkan dari Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia, Bait al-‘Izza dengan sekali turun di bulan Ramadhan, dan kemudian Allah SWT menurunkan 5 ayat-Nya pertama kali pada 17 Ramadhan yakni surat Al-‘Alaq [96] ayat 1-5:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Maka, di malam turunnya Al-Qur’an itulah, menurut Imam an-Nakha’i, seluruh amalan yang dilakukan pun akan lebih baik dari amalan selama 1000 bulan, sebagaimana dikutip Ibn Rajab al-Hanbali dalam Latha’if al-Ma’arif, hlm. 341. Hal ini merupakan karunia yang besar bagi umur umat Nabi Muhammad SAW yang hanya berkisar 60-70 tahun saja dan sedikit yang lebih senior daripada umur ini. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana riwayat at-Tirmidzi no. 3550 dan Ibn Majah no. 4236:

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur umatku antara 60 hingga 70 dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.”

Imam Malik rahimahullah (179 H) di kitab al-Muwaththa’-nya (1/321)], meriwayatkan juga bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أَعْمَارَ أُمَّتِهِ أَنْ لَا يَبْلُغُوا مِنْ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِي بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِي طُولِ الْعُمُرِ فَأَعْطَاهُ اللَّهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرًا مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ.

“Sesungguhnya Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya (yang relatif panjang) sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan“.

Rasulullah SAW kemudian memberikan motivasinya untuk mencari malam yang penuh kemuliaan itu di 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Hal ini juga menunjukkan bahwa amal itu bergantung penutupnya, dan perjuangan selama 30 hari Ramadhan akan sangat bergantung pada 10 malam penutupnya. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana riwayat al-Bukhari no. 6607:

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.”

Jika 10 malam pertama ibarat pemanasan, 10 malam kedua ibarat penguatan, maka 10 malam terakhir ini sejatinya perjuangan puncaknya.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang menegakkan lailatul qadar (mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang melaksanakan shaum Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

Umat melihat bagaimana semangat beliau yang terus bertambah di bulan Ramadhan, khususnya sejak Malaikat Jibril a.s. hadir untuk memuraja’ah bacaan Al-Qur’an beliau dan kemudian di 10 hari terakhir Ramadhan. Disebutkan dalam riwayat al-Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174 dari Sayyidah ‘Aisyah r.a. bahwa:

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau kencangkan sarungnya (bersungguh-sungguh dalam ibadah dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk beribadah.

Maka bersemangatlah mencarinya pada keseluruhan 10 (sepuluh) malam terakhir agar engkau diberikan sebab untuk meraihnya pada malam-malam yang ganjil. Beliau bersabda dalam riwayat al-Bukhari no. 2027 dan Muslim, no. 1167:

فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ

Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, carilah pada malam-malam ganjil.

Meski sebelum 10 malam terakhir Ramadhan, terdapat riwayat yang juga menyebutkan carilah di malam 1, 17 atau 19 Ramadhan. Maka jika tidak mampu keseluruhan 10 malam terakhir, carilah di 7 malam terakhir keseluruhannya. Jika tidak mampu, dapat mencari di malam-malam ganjil mulai dari malam 21, atau minimal sekali di malam 27, atau juga malam genap yakni malam 24.

Adapun amalan yang bisa dilakukan selama i’tikaf adalah:

1. Semakin menikmati shalat tarawih dan memperbanyak shalat sunnah di malam harinya dengan penuh kekhusyu’an

2. Semakin bersemangat shalat ‘Isya dan Shubuh di Masjid

Hal ini sebagaimana sahabat yang mulia, ‘Abdullah ibn ‘Abbas r.a. yang dikutip oleh Imam Syafi’i dalam al-Umm:

أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ

Menghidupkan lailatul qadar bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah.

Sehingga menjadi banyak amalan orang Madinah, sebagaimana hadir pernyataan Imam Malik dalam al-Muwaththa, dikutip oleh Ibn Rajab al-Hanbali dalam Latha’if al-Ma’arif (hlm. 329);

مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

Siapa yang menghadiri shalat berjamaah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.

Syafi’i sebagaimana disyarahkan juga oleh Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ (6/491):

مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ وَ الصُّبْحَ لَيْلَةَ القَدْرِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari malam tersebut.

3. Memperbanyak berdo’a

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja aku tahu bahwa suatu malam adalah malam lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ’ANNII (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3850

4. Memperbanyak memohon ampunan (istighfar) kepada Allah SWT

وَإِنَّمَا أُمِرَ بِسُؤَالِ الْعَفْوِ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ بَعْدَ الاجْتِهَادِ فِي الْأَعْمَالِ فِيهَا وَفِي لَيَالِي الْعَشْرِ لِأَنَّ الْعَارِفِينَ يَجْتَهِدُونَ فِي الْأَعْمَالِ ثُمَّ لَا يَرَوْنَ لِأَنْفُسِهِمْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا حَالًا وَلَا مَقَالًا فَيَرْجِعُونَ إِلَى سُؤَالِ الْعَفْوِ كَحَالِ الْمُذْنِبِ الْمُقَصِّرِ.

Dianjurkan banyak meminta maaf atau ampunan pada Allah di malam lailatul qadar setelah sebelumnya giat beramal di malam-malam Ramadhan dan juga di sepuluh malam terakhir. Karena orang yang arif (bijak) adalah yang bersungguh-sungguh dalam beramal, namun dia masih menganggap bahwa amalan yang ia lakukan bukanlah amalan, keadaan, atau ucapan yang baik (saleh). Oleh karenanya, ia banyak meminta ampun pada Allah seperti orang yang penuh kekurangan karena dosa.

5. Menyembunyikan kenikmatan meraihnya

Bagaimana tanda-tanda malam Lailatul Qadar tersebut?

Disebutkan oleh sahabat yang mulia, Ubay bin Ka’ab r.a. sebagaimana riwayat Muslim no. 762, Abu Dawud no. 1378, dan at-Tirmidzi no. 793 dan 3351:

بالعلامةِ ، أو بالآيةِ التي أخبرنا رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أنها تطلع يومئذٍ ، لا شعاعَ لها

Dengan tanda yang pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kabarkan kepada kami, yaitu matahari terbit pada pagi harinya tanpa sinar yang terik.

Disebutkan oleh sahabat yang mulia ‘Abdullah ibn ‘Abbas r.a. sebagaimana riwayat ath-Thayalisi no. 2680:

أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال في ليلةِ القدرِ : ليلةٌ سَمْحةٌ طَلْقةٌ ، لا حارَّةٌ ولا باردةٌ ، تُصبِحُ شمسُها صبيحَتَها ضعيفةً حمراءَ

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang (tanda-tanda) Lailatul Qadr, “Malam yang mudah, indah, tidak (berudara) panas maupun dingin, matahari terbit di pagi harinya dengan cahaya kemerah-merahan (tidak terik).

Disebutkan juga oleh sahabat yang mulia ‘Ubadah bin ash-Shamit r.a., sebagaimana riwayat Ahmad (37/425):

ليلةُ القدرِ في العشرِ البواقي من قامهنَّ ابتغاءَ حسبتِهنَّ فإنَّ اللهَ يغفِرُ له ما تقدَّم من ذنبِه ، وهي ليلةُ تسعٍ أو سبعٍ أو خامسةٍ أو ثالثةٍ أو آخرُ ليلةٍ ، قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : إنَّ أمارةَ ليلةِ القدرِ أنَّها صافيةٌ بلْجاءُ كأنَّ فيها قمرًا ساطعًا ، ساكنةً لا بردَ فيها ولا حرَّ ، ولا يحِلُّ لكوكبٍ أن يُرمَى به فيها حتَّى يُصبِحَ ، وإنَّ أمارةَ الشَّمسِ صبيحتَها تخرُجُ مستويةً ليس فيها شعاعٌ مثلُ القمرِ ليلةَ البدرِ ولا يحِلُّ للشَّيطانِ أن يخرُجَ معها يومئذٍ

Lailatul Qadr (terjadi) pada sepuluh malam terakhir, barangsiapa yang menghidupkan malam-malam itu karena berharap keutamaannya maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang, dan malam itu adalah pada malam ganjil, ke dua puluh sembilan, dua puluh tujuh, dua puluh lima, dua puluh tiga atau malam terakhir di bulan Ramadhan”, dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda pula, “Sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas, pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya, dan sesungguhnya tanda Lailatul Qadr adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu.

Semoga Allah SWT memudahkan kita semua untuk meraih malam kemuliaan tersebut

Related Articles

Back to top button