DPP Wanita PUI Gelar Webinar Memperkuat Ketahanan Keluarga Indonesia Menghadapi Ancaman Penyimpangan Seksual
PUI.OR.ID, JAKARTA – Dewan Pengurus Pusat Wanita Persatuan Ummat Islam (Wanita PUI) mengadakan seminar online “Memperkuat Ketahanan Keluarga Indonesia Menghadapi Ancaman Penyimpangan Seksualâ€. Acara yang digelar via Zoom dan disiarkan live melalui platform Youtube, Facebook, juga Instagram ini terselenggara pada Kamis, (21/10/2021) lalu.
Acara dimulai sejak pukul 09.30 pagi dan diikuti oleh 220 orang di ruang Zoom. Undangan terdiri dari berbagai organisasi massa (ormas) yang selama ini rutin bekerjasama dengan DPP Wanita PUI, para pembicara tamu, dan tentunya pengurus Wanita PUI dari berbagai daerah Indonesia utamanya Jawa Barat. Belum lagi menghitung peserta umum yang menyaksikan siaran langsung. Semua tampak antusias mengikuti acara sejak awal hingga selesai.
Pihak panitia berusaha menyajikan siaran langsung di banyak media sosial agar makin banyak orang yang dapat menyaksikan materi penting ini. Apalagi seminar dilaksanakan dengan mengingat latar belakang keprihatinan akan maraknya isu penyimpangan seksual. Suatu hal yang mengundang tanggung jawab ormas untuk terjun tangan membahasnya.
Di Indonesia, keberadaan pelaku seksual menyimpang seperti LBGT dan sebagainya semakin mengkhawatirkan. Mereka kian berani menampakkan diri di hadapan publik dengan membawa ide-ide yang mendukung penyimpangan seksual.
Bahkan baru-baru ini seorang artis yang melakukan tindak kriminal pemerkosaan sesama jenis saat baru selesai menjalani masa tahanan dan keluar penjara, justru disambut bagai pahlawan. Para pendukungnya sangat gencar berusaha mewajarkan penyimpangan mereka.
Keberadaan mereka tentu meresahkan banyak keluarga di Indonesia. Apalagi di tengah kondisi pandemi virus covid 19 yang memaksa anak-anak usia dini hingga remaja untuk bersekolah dari rumah. Sebagian besar waktu dihabiskan dengan berinteraksi melalui gawai. Apalagi remaja yang berada pada masa serba ingin tahu. Beresiko tingi menjadi sasaran empuk para predator penyimpangan seksual.
Maka Dewan Pengurus Pusat Wanita Persatuan Ummat Islam (DPP Wanita PUI) bersungguh-sungguh ingin turut berperan dalam upaya melindungi keluarga Indonesia. Seminar kali ini membahas fakta dan data secara medis, mengupas pandangan agama, membangun ketahanan keluarga, menerangkan tentang aturan hukum negara yang terkait dan peran ormas dalam menanggulangi hal tersebut.
Pembicara pertama adalah seorang dokter spesialis kulit dan kelamin yang telah malang melintang dalam usaha menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya orangtua mendampingi anak agar tidak terseret menjadi pelaku ataupun korban penyimpangan social. Beliau adalah dr. Dewi Inong Irana, Sp.KK.
Dokter Inong memaparkan fakta dan data penyimpangan seksual di kalangan remaja Indonesia. Beliau menegaskan bahwa seluruh kegiatan seksual di luar pernikahan adalah termasuk zina. Dan zina sama merusaknya dengan penyimpangan seksual lain seperti penyuka sesama jenis dan lain-lain. Beliau menghimbau agar poster-poster edukasi masalah penyimpangan seksual digalakkan, bukan hanya poster narkoba.
Pintu pertama yang harus dijaga adalah anak-anak dalam keluarga. Dunia ini tidak steril jadi berikan imun anti penyimpangan pada anak. Jaga anak dengan tetap menjaga privasi anak. Matikan internet jam 8 malam sebelum usia 18 tahun. Jangan dilarang karena anak akan melakukannya diam-diam. Namun tetap berikan dalam pengawasan. Berikan pengertian dan wawasan dengan bahasa ala anak (ataupun remaja).
Bu Dokter mengajak para orangtua untuk memberikan pendampingan dan penyaluran energi pada anak mereka. Apalagi para ayah yang cendrung jarang mengajak bicara anak. Dalam menjaga anak agar terhindar dari penyimpangan sosial maka seorang ayah perlu dekat juga dengan anak.
Kelekatan antara anak dan ayah juga menjadi salah satu poin penting dalam pemaparan pemateri berikutnya. Ustadz Dr. Wido Supraha menjelaskan bahwa dalam Al Quran terdapat 17 dialog antara orangtua dan anak. Empat belas diantaranya adalah dialog antara ayah dan anak. Hanya 2 dialog antara bunda dan anak. Kemudian 1 lagi adalah dialog bersama.
Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya peran ayah dalam mendidik anaknya. Seorang ayah wajib menjadi kepala sekolah anaknya. Sementara bunda adalah kepala sekolah bidang kurikulumnya. Termasuk dalam hal edukasi seksual seorang anak, ayahlah pembimbingnya.
Sebagai seorang pendidik, dosen, ustad, juga Wakil Ketua Umum DPP PUI, Doktor Wido memaparkan 8 prinsip dasar ketahanan keluarga dilihat dari pandangan PUI. ISHLAH TSAMANIYAH adalah 8 jalur pokok yang digunakan oleh ormas Persatuan Ummat Islam untuk melakukan perbaikan dalam diri juga masyarakat.
Pertama dilihat dari Islahul Aqidah maka di dunia ini tidak ada kesetaraan gender karena manusia diciptakan hanya dengan 2 jenis kelamin. Hubungan antar jenis kelamin diatur dalam pernikahan. Dan karenanya tidak ada konsep kekerasan seksual. Jika hubungan seksual dilakukan di luar pernikahan maka itu adalah zina.
Dalam Islam dasar pernikahan adalah cinta. Dengan cinta maka lahirlah kerjasama antara laki-laki dan perempuan menjalankan fungsi sesuai kadar biologisnya. Seluruh manusia baik laki-laki ataupun perempuan sudah setara di hadapan Allah. Pembedanya hanyalah ketakwaan.
Kedua, Islahul Ibadah. Pada diri anak perlu ditanamkan Iman kepada Allah sebelum pengenalan amal. Agar apapun yang dilakukan didasari karena Allah. Ketiga, Islahut Tarbiyah. Agama adalah pandangan hidup. Tidak ada dikotomi antara dunia dan akhirat. Akhirat adalah hadiah bagi yang hidupnya mengikuti panduan agama.
Materi menjadi suami/istri yang sholeh/ah harus ditanamkan sejak dini, maksimal di kurikulum ‘aliah/SMA. Agar anak punya gambaran kelak seperti apa saat menikah. Ilmu ini wajib dipelajari oleh seluruh peserta didik di lembaga pendidikan PUI khususnya.
Selanjutnya adalah Islahul A’ilah, keluarga sebagai unit terkecil dari ketahanan negara. Peran penting ayah mendidik anak dan keluarga sebagaimana telah disampaikan sebelumnya untuk menguatkan anak laki-laki agar tumbuh menjadi laki-laki, begitupun sebaliknya. Dalam Islahul Adah dijelaskan bahwa Allah hanya menciptakan laki-laki dan perempuan saja. Tidak ada jenis lain. LGBT adalah penyakit jiwa. Jangan menyerah pada Ketuhanan yang Maha Esa. Struktur negara paling tinggi wajib membuat lembaga konseling nasional untuk menyelesaikan penyimpangan seksual yang merebak.
Islahul Iqtishad menjadi poin keenam. Doktor Wido menyoroti pentingnya pendampingan anak agar berdaya ekonomi mengikuti perkembangan zamannya. Ketujuh, Islahul Mujatama’ atau perbaikan masyarakat dengan cara mencegah penyebaran konten digital berisi penyimpangan seksual yang dapat merusak anak jika melihatnya. Orangtua perlu mengendalikan gadget sesuai kebutuhan anak.
Beliau menghimbau agar PUI membuat gerakan pencegahan maupun penanggulangan berbasis RT-RW. Sebuah program yang akan memiliki dampak besar mengawal negeri berdasarkan Islahul Ummah sebagai poin terakhir pemaparannya.
Pemateri ketiga adalah seorang anggota DPR yang juga merupakan anggota Dewan Pakar Pusat Wanita PUI, Ibu Ledia Hanifa Amaliah, S.Si, M.Psi.T. Dalam penjelasan panjang lebar beliau menjelaskan bagaimana Indonesia telah memiliki banyak perangkat hukum berupa undang-undang yang melindungi keluarga.
Bicara kata “keluarga†hanya ada di UU kependudukan tapi ketahanan keluarga ada dalam berbagai UU. Sempat ada juga usaha membuat UU Ketahanan Keluarga bersama Ibu Netty Heryawan dan kawan-kawan. Juga ada usaha revisi KUHP namun berhenti di tengah jalan. Menurutnya juga telah ada Motekar, Motivator Ketahanan Keluarga, di Jawa Barat pada masa Gubernur Pak Ahmad Heryawan, mantan Ketua Umum DPP PUI. Sayang tidak diteruskan saat ini.
Secara umum UU diarahkan pada peningkatan kesejahteraan keluarga sebagai usaha menjaga keluarga dari ancaman luar. Beliau menegaskan bahwa PR kita di implementasi peraturan dalam kehidupan.
Pantang menyerah, beliau melanjutkan upaya dengan menggagas gerakan ketahanan keluarga juga design besar kepemudaan nasional. Semuanya demi mencegah kekerasan penyimpangan seksual, dan zina yang berkali-kali beliau tegaskan juga jahat.
Dikarenakan pemaparan dari ketiga pemateri sangat menarik dan berbobot, pertanyaan para peserta sangatlah banyak. Maka atas inisiatif pemicara, disepakati akan diadakan pertemuan tambahan khusus untuk sesi tanya jawab. Pukul 12 lewat acara pun ditutup. [MNH]