Kenakalan Remaja dan Jalan Kemandirian: Refleksi dari Muktamar ke-15 PUI
Gibran Singgung Kenakalan Remaja dalam Penutupan Muktamar Ke-15 PUI

Oleh: Alimudin, S.Pd.I., M.Si
Ketua Umum DPD PUI Kota Bekasi / Anggota DPRD F-PKS
Muktamar ke-15 Persatuan Ummat Islam (PUI) yang digelar pada 13–16 Mei 2025 di Jakarta dan Medan membawa semangat besar melalui tema “Membangun Kemandirian, Memajukan Indonesia.” Tema ini bukan hanya menjadi slogan, tetapi juga panggilan untuk membangun generasi muda yang kuat secara moral, intelektual, dan ekonomi.
Penutupan muktamar kali ini menjadi lebih berkesan dengan hadirnya Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka. Dalam sambutannya, Wapres Gibran secara lugas menyinggung fenomena kenakalan remaja yang kian memprihatinkan. Dengan gaya khasnya yang singkat namun bermakna, beliau menyatakan, “Kirim saja anak-anak bandel ke pesantren PUI.” Ucapan ini mengundang senyum dan tepuk tangan, namun menyimpan pesan yang sangat dalam: Pesantren dan lembaga pendidikan Islam seperti milik PUI harus menjadi benteng terakhir sekaligus laboratorium utama pembinaan karakter generasi muda bangsa.
Sebagai organisasi Islam yang telah berkhidmat di bidang dakwah, pendidikan, dan ekonomi selama puluhan tahun, PUI memang sangat relevan dalam menjawab tantangan zaman, termasuk problem kenakalan remaja. Kolaborasi antara tiga pilar utama PUI—dakwah, pendidikan, dan ekonomi—adalah rumus strategis untuk membentuk generasi yang tangguh dan mandiri.
Dakwah sebagai Pemersatu
Dakwah bukan semata aktivitas ceramah atau khutbah. Ia adalah energi yang menyatukan umat, memperkuat identitas keislaman, serta menanamkan nilai-nilai adab, tanggung jawab, dan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. Remaja yang memiliki pondasi agama yang kuat akan lebih tahan terhadap godaan zaman, baik berupa pergaulan bebas, penyalahgunaan teknologi, hingga dekadensi moral.

Pendidikan sebagai Pondasi
Pendidikan adalah jantung dari pembangunan peradaban. Melalui pendidikan, anak-anak kita diajarkan untuk berpikir kritis, kreatif, dan berinovasi. Pendidikan berbasis nilai dan karakter akan menjadi benteng utama dalam menghadapi krisis moral yang saat ini melanda banyak kalangan muda. PUI, dengan ribuan lembaga pendidikan yang tersebar di berbagai daerah, telah membuktikan perannya dalam mencetak insan-insan cendekia dan berakhlak mulia.
Ekonomi sebagai Pendorong Kemandirian
Tak kalah penting, aspek ekonomi menjadi landasan untuk menciptakan kemandirian generasi muda. Jiwa wirausaha, kemampuan mengelola sumber daya, serta daya cipta dalam menciptakan lapangan kerja adalah bekal penting agar remaja kita tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi pencipta lapangan kerja. PUI melalui koperasi, BMT, dan pelatihan ekonomi syariahnya telah lama membina kemandirian ekonomi umat.
Ketika ketiga unsur ini—dakwah, pendidikan, dan ekonomi—berjalan sinergis, maka kita akan mampu menyentuh akar persoalan kenakalan remaja secara komprehensif. Solusi atas kenakalan remaja tidak bisa hanya diselesaikan dengan pendekatan hukum atau sekadar penindakan. Harus ada pendekatan holistik yang menyentuh hati, mencerdaskan pikiran, dan menguatkan aspek kesejahteraan.
Dalam bahasa Arab ada ungkapan yang indah dan penuh makna: “Shobahul yaum rijalul ghod,” yang berarti “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.” Ungkapan ini menegaskan bahwa masa depan bangsa sangat bergantung pada kualitas pemuda hari ini. Maka menjadi tanggung jawab kita semua—ulama, pendidik, orang tua, tokoh masyarakat, dan negara—untuk memastikan bahwa remaja-remaja kita tumbuh menjadi pemuda berkarakter, berilmu, dan mandiri.

Muktamar ke-15 PUI telah selesai, namun pesan dan semangatnya harus terus menyala. Pesan Gibran tentang kenakalan remaja bukan sekadar sindiran, tetapi panggilan untuk bergerak. Sudah saatnya kita bersatu membina generasi yang siap membangun Indonesia masa depan—lebih baik, lebih kuat, lebih mandiri.



