AgamaDakwahHikmahOpini

Pesan Pendidikan Luqman (Seri 03): Mendidik Anak adalah Wujud Rasa Syukur

Oleh. Dr. KH. Wido Supraha, M.Si.

Wakil Ketua Umum DPP PUI

PUI.OR.ID – Tidak semua keluarga dikaruniai anak keturunan, meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Hal ini karena semua ada dalam takdir dan ketetapan Allah SWT. Maka bagi keluarga yang telah dikaruniai anak, terlibat aktifnya Ayah dan Bunda dalam mendidik anak-anaknya adalah salah satu wujud konkrit dari rasa syukur kepada Allah SWT.

Tugas mendidik sejatinya adalah tugas mulia dalam narasi kepemimpinan seorang ayah. Sebagai pemimpin keluarga, maka seorang ayah juga pemimpin dalam narasi pendidikan. Hal ini melihat keumuman hadits Nabi SAW dalam riwayat al-Bukhari no. 2554 dari ‘Abdullah ibn ‘Umar r.a.:

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.

Tugas mendidik ini jauh lebih besar di pundak seorang Ayah agar diri dan keluarganya selamat di dunia dan Akhirat. Seruan Allah untuk mendidik keluarga secara umum ditujukan kepada para Ayah. Di antara ayat tersebut adalah Surat At-Tahrim [66] ayat 6, ketika Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu (dan anakmu) dan istrimu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Berkata Sayyidina ‘Ali ibn Abi Thalib r.a. bahwa ayat di atas bermakna agar seorang ayah membiasakan adab baik dan mengajarkan ilmu kepada keluarga, dengan pesannya:

أدبوهم وعلموهم

Didiklah keluargamu dengan adab dan ajarkanlah ilmu kepada mereka.

Melengkapi pendapat di atas, Abdullah ibn Abbas r.a. memaknai ayat di atas dengan tugas seorang ayah untuk membiasakan keluarga untuk mencintai ketaatan dan menjaga diri dari kemaksiatan, dengan selalu berdzikir kepada Allah.

اعْمَلُوا بطاعة الله واتقوا معاصي الله، وأمروا أهليكم بالذكر ينجكم اللَّهُ مِنَ النَّارِ

Berbuatlah ketaatan kepada Allah dan takutlah dari bermaksiat kepada Allah. Perintahkanlah keluargamu (anak dan istrimu) untuk berdzikir, semoga Allah menyelamatkan kalian dari neraka.

Begitu pun di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang lain, tugas mendidik itu disampaikan kepada pemimpin keluarga dalam hal ini seorang ayah jika ia masih hidup jiwa dan raganya di dunia ini. Misalkan perihal masalah shalat sebagai tiang agama, dan amalan yang kelak pertama kali dihisab oleh Allah SWT, peran Ayah sangatlah penting dalam membangun karakter terbiasa dan mencintai shalat. Perhatikan bahwa spirit sabar dalam proses mendidikan anak untuk shalat itu tergambar dalam Surat Thaha [20] ayat 132:

وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۗ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًاۗ نَحْنُ نَرْزُقُكَۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى

Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan Shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.

Rasulullah SAW pun menambahkan secara lebih teknis sebagai pedoman bagi para Ayah untuk mendidik anaknya untuk shalat secara bertahap, sebagaimana riwayat Abu Dawud no. 494:

مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا

Perintahkanlah anak kecil untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun. Dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun, maka pukullah apabila dia tidak melaksanakannya.

Maka tugas mendidik hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar kelak tidak muncul penyesalan atau rasa tidak puas karena anak-anak keburu sudah tumbuh besar. Sebagai sebuah perintah langsung dari Allah SWT, tentu melaksanakan tugas pendidikan haruslah dengan cara-cara yang terbaik (excellent, ihsan), bukan dengan cara-cara keumuman manusia.

Related Articles

Back to top button