Kabar Daerah

Prof Dr KH Utang Ranuwijaya Tegaskan 10 Kriteria Aliran Sesat dalam Menjaga Akidah Umat

Jakarta — Tokoh Ulama PUI yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof. Dr. KH. Utang Ranuwijaya, M.A., menegaskan bahwa penetapan kriteria aliran sesat merupakan bagian krusial dari upaya menjaga akidah umat Islam di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks. Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber pada Pelatihan Standardisasi Pentashihan Buku dan Konten Keislaman yang diselenggarakan oleh Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman (LPBKI) MUI di Aula BRIN, Jakarta pada Senin (16/6/25).

Membawakan materi berjudul “Kriteria Aliran Sesat MUI”, Prof. Utang menjelaskan bahwa aliran sesat adalah faham atau keyakinan yang diyakini, diamalkan, dan diajarkan kepada orang lain, namun menyimpang dari dalil syar’i. Penetapannya dilakukan melalui kajian mendalam dan sesuai dengan SOP Pedoman Organisasi MUI, yang telah disahkan dalam Musyawarah Nasional MUI tahun 2015.

“Salah satu fungsi MUI sebagai khadimul ummah adalah menjaga akidah umat dari penyesatan dan pemurtadan. Karena itu, MUI bersikap responsif, proaktif, dan antisipatif dalam menghadapi aliran-aliran menyimpang,” ujar Prof Utang yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan MUI Pusat.

Kriteria aliran sesat yang ditetapkan MUI kini telah menjadi rujukan resmi bagi banyak kementerian dan lembaga negara, khususnya dalam kerangka koordinasi BAKORPAKEM (Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat). Semua tingkatan pengurus MUI, serta ormas-ormas Islam yang tergabung di dalamnya, juga diimbau untuk menjadikan kriteria ini sebagai acuan dalam merespons fenomena penyimpangan akidah.

Berikut 10 Kriteria Aliran Sesat Menurut MUI Pusat:

  1. Mengingkari rukun iman yang enam (iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, dan qadha-qadar) dan rukun Islam yang lima (dua kalimat syahadat, shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, dan haji).
  2. Meyakini dan/atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur’an dan Sunnah).
  3. Meyakini adanya wahyu yang turun setelah Al-Qur’an.
  4. Mengingkari otentisitas dan/atau kebenaran isi Al-Qur’an.
  5. Menafsirkan Al-Qur’an secara tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tafsir yang benar.
  6. Mengingkari kedudukan hadits Nabi Muhammad SAW sebagai sumber ajaran Islam.
  7. Melecehkan dan/atau merendahkan para nabi dan rasul.
  8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
  9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam.
  10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i yang jelas.

Prof. Utang menegaskan bahwa tidak perlu seluruh kriteria tersebut terpenuhi untuk menyatakan suatu aliran sebagai sesat.

“Cukup satu poin saja terpenuhi, maka sudah dapat dikategorikan menyimpang,” pungkas mantan Ketua Pimpinan Pusat PUI ini.

Ia menyampaikan bahwa di era digital, aliran sesat tidak hanya muncul di kampung-kampung, tetapi juga dalam bentuk konten, artikel, video, dan opini yang beredar luas di media sosial. Maka penting bagi para pemangku kepentingan dakwah untuk memahami dan merujuk pada kriteria ini.

Prof. Utang juga menyampaikan harapannya agar pelatihan seperti ini terus digalakkan secara berkelanjutan demi memperkuat benteng akidah umat Islam di tengah gempuran arus pemikiran global.

Acara ini turut dihadiri oleh para tokoh ormas Islam dan kepemudaan, akademisi, penerbit, peneliti, serta para penggiat literasi keislaman dari berbagai daerah di Indonesia.

Related Articles

Back to top button