DakwahOpini

Reaktualisasi Kata Islah PUI

Raizah Arifin, Sekjend Persatuan Ummat Islam (PUI)

Islah merupakan kata kunci dalam gerakan PUI (Persatuan Ummat Islam), yang tercermin dalam konsep Islahus Tsamaniyah, delapan perbaikan yang menjadi dasar gerakan PUI. Kata Islah di sini bermakna lebih dari sekadar perbaikan atau rekonsiliasi; ia mencakup upaya peningkatan kualitas hidup umat secara menyeluruh, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun spiritual. Ketika PUI memasuki abad kedua, makna Islah ini harus direaktualisasi sebagai ruh dan platform gerakan. PUI diharapkan menjadi Gerakan Islah yang mempelopori perbaikan (impact) di Indonesia melalui inovasi dan solusi konkret.

Sejarah mencatat banyak ilmuwan muslim yang berperan sebagai Islah Maker, yang tidak hanya menghasilkan karya besar dalam keilmuan tetapi juga memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Ibnu Sina, misalnya, dengan Canon of Medicine-nya, menciptakan standar medis yang digunakan di seluruh dunia. Al-Khwarizmi, melalui penemuan aljabar, memberikan fondasi matematika yang menjadi dasar bagi berbagai kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka tidak hanya berteori, tetapi juga berinovasi dengan visi Islah, yakni menciptakan solusi-solusi yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.

Demikian pula di Nusantara, para Walisongo adalah contoh konkret Islah Maker yang berhasil melakukan transformasi sosial melalui dakwah dan inovasi. Mereka memahami bahwa Islam harus diperkenalkan dengan cara yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal. Salah satu inovasi terbesar mereka adalah mendirikan pesantren, yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan Islam tetapi juga sebagai wadah untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan budaya. Sunan Kalijaga, salah satu dari Walisongo, dikenal sebagai pencipta wayang kulit yang berhasil menggabungkan seni budaya lokal dengan nilai-nilai Islam. Wayang kulit bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga alat dakwah yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat.

Sunan Giri, seorang wali yang lain, melakukan Islah melalui inovasi di bidang pendidikan dan ekonomi. Beliau mendirikan pesantren di Gresik, yang menjadi pusat pembelajaran bagi generasi muda saat itu. Tidak hanya itu, Sunan Giri juga dikenal sebagai pelopor dalam perdagangan internasional, memperkenalkan berbagai strategi ekonomi yang membantu masyarakat lokal untuk berkembang. Walisongo secara kolektif menciptakan produk-produk budaya yang mempengaruhi cara hidup dan berpikir masyarakat Nusantara, menjadikan mereka sebagai Islah Maker yang berhasil memperbaiki keadaan sosial, ekonomi, dan spiritual umat.

Bagi kader dan Jama’ah PUI, spirit Islah ini harus menjadi inspirasi untuk berlomba-lomba menjadi Islah Maker di zaman modern. Tugas mereka tidak hanya menyuarakan perubahan melalui advokasi, tetapi juga menciptakan karya dan solusi yang berdampak luas bagi umat. Dalam era digital ini, Islah dapat diwujudkan dalam bentuk produk teknologi, inovasi sosial, serta wirausaha berbasis solusi yang meningkatkan kualitas hidup umat. Misalnya, seorang kader PUI dapat menciptakan platform digital yang membantu petani menjual produk mereka langsung ke pasar tanpa perantara, sehingga meningkatkan pendapatan mereka dan mengurangi kemiskinan di pedesaan.

Untuk mewujudkan tujuan ini, pengurus PUI harus menciptakan ekosistem yang mendukung kesadaran baru ini. Mereka perlu memfasilitasi kader dengan pelatihan, akses jaringan, serta sumber daya yang memadai agar bisa bergerak menjadi Islah Maker. Misalnya, mengadakan program inkubasi bisnis bagi kader yang ingin menciptakan solusi di bidang ekonomi, pendidikan, atau teknologi. Selain itu, PUI juga bisa memanfaatkan kerja sama dengan pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat untuk mendorong pertumbuhan inovasi yang berdampak (impactful).

Pengurus juga perlu memastikan bahwa para kader tidak hanya berpikir lokal, tetapi juga global. Dengan membangun produk yang solutif dan bermanfaat, kader-kader PUI dapat memperluas dampak mereka hingga ke skala nasional dan internasional. Mereka dapat belajar dari model yang diterapkan oleh para ilmuwan muslim klasik dan Walisongo, yang berhasil menciptakan perubahan besar dengan solusi-solusi yang relevan bagi masyarakat pada masanya.

Akhirnya, PUI harus berperan sebagai fasilitator bagi munculnya generasi baru Islah Maker, generasi yang memahami bahwa kepeloporan dalam inovasi dan solusi adalah bagian dari amanah keislaman. Dengan spirit Islah yang kuat, kader dan Jama’ah PUI dapat memimpin perubahan sosial di Indonesia, tidak hanya melalui advokasi, tetapi dengan tindakan nyata yang memberikan manfaat bagi umat. PUI harus menjadi garda terdepan dalam membangun umat yang lebih berdaya, maju, dan sejahtera, sesuai dengan visi Islahus Tsamaniyah yang menjadi ruh organisasi ini sejak awal berdirinya.

Related Articles

Back to top button