Nusron Wahid di Depan Warga PUI: Ketimpangan Lahan di Indonesia Perlu Ditata Ulang demi Keadilan

Sukabumi – Ketimpangan dalam kepemilikan lahan kembali menjadi sorotan. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyampaikan bahwa distribusi tanah di Indonesia masih sangat timpang, di mana sebagian besar lahan non-hutan dikuasai oleh kelompok elite dalam jumlah terbatas.
Berbicara dalam kegiatan Persatuan Ummat Islam (PUI) di Kota Sukabumi pada Rabu, 16 April 2025, Nusron mengungkapkan bahwa dari total 192 juta hektare lahan di Indonesia, sekitar 122 juta hektare merupakan kawasan hutan, yang secara hukum memang harus dijaga sebagai area hijau.
“Tanah di Indonesia ini total jumlahnya 192 juta hektare, 122 juta bentuknya hutan. Kalau hutan harus ditanami pohon, jangan dibanguni bangunan, karena tanaman butuh tempat,” jelasnya.
Dari sisa lahan non-hutan yang mencapai 70 juta hektare, sekitar 30 juta hektare di antaranya telah diberikan dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada kurang lebih 3.500 perusahaan. Yang mencengangkan, menurut Nusron, banyak dari perusahaan ini memiliki keterkaitan dengan hanya sekitar 60 keluarga besar di Indonesia.
“Ada satu keluarga, saya nggak mau sebut namanya, yang punya sampai 1,8 juta hektare. Sementara saya tahu ada warga PUI yang mau cari dua hektare saja buat nanam sayur, itu susah,” katanya.

Ia menyebut kondisi ini sebagai ketidakadilan struktural, warisan dari kebijakan masa lalu yang tidak berpihak kepada rakyat kecil.
“Inilah yang disebut ketidakadilan struktural, yang lahir dari kebijakan negara yang salah atau tidak tepat,” lanjutnya.
Menteri Nusron mengaitkan masalah ini dengan nilai-nilai keadilan sosial dalam Al-Qur’an serta amanat konstitusi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menekankan bahwa kekayaan alam harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir orang.
Sebagai solusi, ia menegaskan bahwa pemerintah akan meninjau ulang pola pemberian HGU dan HGB, terutama yang akan diberikan ke depan.
“Makanya begitu saya diangkat sebagai menteri, konsep saya tiga, pembagian HGU dan HGB harus ditata ulang, mencerminkan keadilan, ada pemerataan, tapi tetap mempertimbangkan kesinambungan ekonomi. Yang sudah ada tidak kita ganggu, tapi yang baru harus dikasih kesempatan ke pelaku baru,” tegas Nusron.
Ia menyebut saat ini pemerintah sedang melakukan pemetaan ulang kepemilikan dan penggunaan tanah di berbagai daerah, termasuk di provinsi seperti Jawa Barat dan Sumatra, untuk mendorong pemanfaatan lahan yang selama ini tidak tergarap.
Dalam rangka mendorong tata kelola tanah yang lebih adil dan bermanfaat bagi umat, Kementerian ATR/BPN juga menjalin kerja sama strategis dengan organisasi masyarakat Islam, termasuk PUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persis.
“Di dalam MoU (Memorandum of Understanding) sudah ada meliputi masalah pengamanan aset PUI, percepatan wakaf, dan PUI akan kita libatkan untuk memanfaatkan lahan-lahan negara yang belum produktif. Tidak hanya PUI yang lain juga saya ajak. NU, Muhammadiyah, Persis saya ajak,” katanya.
Namun ketika ditanya lebih jauh mengenai mekanisme pelibatan ormas dalam pengelolaan langsung atas lahan-lahan tersebut, Nusron menyatakan hal itu masih dalam tahap pembicaraan.
“(Apakah akan dikelola langsung oleh ormas?) Kami belum ke sana. Tapi keterlibatan warga dari NU, Muhammadiyah, PUI dan lainnya, itu pasti. Mengelola dalam arti mengorganisir kekuatan masyarakat untuk bersama-sama mengabdi di bidang ekonomi,” jelasnya.
Nusron menegaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan pelaku-pelaku ekonomi baru dari kalangan masyarakat bawah agar akses terhadap tanah menjadi lebih merata dan berkeadilan. Dalam acara tersebut, ia juga menyerahkan sertifikat tanah wakaf seluas 2.828 meter persegi sebagai bentuk nyata dari komitmen pemerintah dalam mempercepat legalisasi tanah wakaf di berbagai daerah.



