Titin Nisrinati Tegaskan Guru sebagai Fondasi Peradaban dan Mendesak Penguatan Regulasi Perlindungan Guru

Jakarta — Dalam IslahTalk Edisi Hari Guru 2025 (21/11/25), Dra. Titin Hunaenah Nisrinati, M.M., Ketua BPP PUI Model PTP PUI, tampil sebagai narasumber dengan membawa perspektif kelembagaan yang tajam dan komprehensif mengenai kondisi guru di Indonesia.
Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa “guru adalah modal sosial, aset umat, dan fondasi peradaban,” sekaligus menyoroti pentingnya regulasi dan dukungan kelembagaan yang lebih kuat.
Acara IslahTalk yang digelar oleh Dikdasmen DPP PUI ini mengangkat tema “UU Perlindungan Guru: Kebutuhan Mendesak atau Sekadar Wacana?” berlangsung sukses dan mendapat antusiasme tinggi dari para guru, pegiat pendidikan, dan kader PUI dari berbagai daerah. Acara dilangsungkan secara daring pada Jumat malam dan diikuti oleh puluhan peserta.
Guru sebagai Pilar Utama Pendidikan dan Peradaban
Titin membuka diskusi dengan penguatan narasi bahwa guru tidak sekadar pengajar, tetapi berperan strategis dalam membangun karakter dan moralitas bangsa. Guru, menurutnya, adalah figur sentral yang menyiapkan generasi agar mampu berkontribusi dalam aspek spiritual, sosial, hingga ekonomi.
“Guru bukan hanya transfer of knowledge, tetapi juga penjaga nilai, pembentuk karakter, dan agen perubahan sosial,” ujarnya.
Ia memaparkan dua fungsi utama guru:
- Pertama, sebagai modal sosial, guru membangun jaringan dan relasi yang menjadi fondasi ketahanan masyarakat. Interaksi dengan orang tua, siswa, dan lingkungan membuat guru menjadi motor penggerak perubahan sosial dan budaya.
- Kedua, sebagai aset umat dan bangsa, guru berperan menguatkan literasi keagamaan, membentuk akhlak generasi muda, hingga menjaga ketahanan keluarga dan komunitas.
Tantangan Berat yang Dihadapi Guru
Dalam sesi berikutnya, Titin membahas tantangan besar yang dihadapi guru saat ini. Dari sisi kesejahteraan, ia menegaskan bahwa masih banyak guru yang belum mencapai standar hidup layak. Akses pelatihan terbatas dan minimnya jaminan kesehatan maupun perlindungan profesi membuat beban semakin berat.
Ia juga menyoroti tekanan dari publik dan orang tua yang semakin meningkat, terutama dalam era media sosial. “Komplain tidak lagi disampaikan dengan dialog. Banyak yang langsung menghakimi guru di ruang publik digital, dan hal ini mengikis martabat profesi,” jelasnya.
Tidak kalah penting, Titin mengangkat isu kesehatan mental guru yang semakin kritis akibat beban administrasi, tuntutan akademik, hingga tekanan emosional tanpa adanya dukungan institusional yang memadai.
Peran Kelembagaan dan Urgensi Regulasi
Titin menegaskan bahwa banyak masalah guru tidak bisa diselesaikan secara individual—dibutuhkan intervensi kelembagaan yang sistematis. Ia menjelaskan bahwa regulasi yang kuat diperlukan untuk:
1. Memberikan perlindungan hukum dari kriminalisasi maupun kekerasan.
2. Memastikan standar kesejahteraan yang lebih baik.
3. Menguatkan jalur karir dan pembinaan berkelanjutan.
“Selama institusi belum berdiri tegak melindungi guru, tekanan dari luar akan terus masuk tanpa filter,” katanya.
Suara Peserta dan Harapan untuk PUI
Peserta diskusi pun menyampaikan beberapa isu penting, seperti perlunya pemetaan ulang beban administrasi guru, penguatan peran sekolah sebagai pelindung guru, serta pentingnya sinergi lembaga keagamaan dan organisasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas guru.
Banyak peserta juga berharap agar PUI mengambil peran strategis dalam advokasi kebijakan perlindungan profesi guru, termasuk upaya penyusunan UU Perlindungan Guru yang tengah ramai dibicarakan.
Penutup: Semangat Islah untuk Pendidikan yang Lebih Baik
Sebagai penutup, Titin menegaskan bahwa peningkatan kualitas pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peningkatan kesejahteraan dan kesehatan mental guru. Guru adalah fondasi peradaban; oleh karena itu, dukungan regulasi dan kelembagaan bukan hanya kebutuhan, melainkan keharusan.
“Jika kita ingin memperbaiki pendidikan, maka mulailah dengan memperbaiki guru. Itu inti dari semangat islah—perbaikan yang berkelanjutan,” tutupnya.
Dengan perspektif yang menyeluruh dan inspiratif, Titin menegaskan kembali komitmen PUI untuk terus memperjuangkan martabat dan kesejahteraan para pendidik di Indonesia.



