Agar Pancasila Tak Sekedar Wacana
Penulis: Raizal Arifin
Sekjend DPP PUI
Setiap tanggal 1 Juni kita Bangsa Indonesia memperingati hari lahir Pancasila. Pada hari ini gagasan Pancasila dijabarkan oleh Bung Karno hingga menjadi konsensus nasional sehingga kita tetap berdiri sebagai satu bangsa walau punya banyak perbedaan. Bahkan sejak 2016 hari kesaktian Pancasila dijadikan hari libur nasional. Namun sebagian masyarakat masih merasa butir-butir dalam Pancasila hanya sebagai wacana. Lantas bagaimana agar Pancasila tidak lagi sekedar wacana?.
Sebagai sebuah konsensus nasional, Pancasila memiliki posisi strategis yang menentukan keutuhan bangsa. Upaya merubah atau mereduksi Pancasila akan berujung pada perpecahan bangsa. Tak hanya sebagai pengikat, Pancasila juga seyogyanya menjadi arah atau orientasi dari semua usaha mengisi kemerdekaan hingga mewujudkan kejayaan Indonesia.
Dalam Preambule (Pembukaan) UUD 1945 telah termaktub poin cita-cita kemerdekaan. Sayang orang sering lupa posisi Pancasila dalam Preambule tersebut. Dalam alenia ke-empat sebelum masuk ke Lima butir Pancasila, ada kalimat pengantar yaitu “Yang berdasarkan kepada….”. Ini artinya Pancasila adalah prasyarat yang harus terwujud sebelum poin cita-cita kemerdekaan dijalankan.
Inilah bentuk operasionalisasi Pancasila. Segenap warga negara, terutama pemerintah, harus membuat kehidupan masyarakat Indonesia menjadi berketuhanan, berprikemanusiaan, beradab, bersatu, hingga berkeadilan sosial. Bukan hanya dalam aspek materil, namun juga budaya dan kebiasaan masyarakat harus demikian. Dengan suasana ini, kita akan lebih mampu menjalankan cita-cita melindungi segenap tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, hingga menjaga ketertiban dunia.
Salah kaprah bila kita tidak menjadikan butir-butir Pancasila sebagai prasyarat kondisi yang hidup dan lestari di tengah masyarakat. Mungkin bangsa kita bisa punya sistem pendidikan yang canggih, tapi bila tidak ada nilai ketuhanan, persatuan, keadilan dll maka itu bukan tujuan Indonesia. Demikian pula kemajuan teknologi, infrastruktur, kedokteran, hukum dll akan melenceng dari tujuan Indonesia bila tak ada landasan nilai Pancasila disana.
Sudahkan kita menjadikan nilai-nilai Pancasila menjadi budaya dan kebiasaan?. Anak-anak di Jepang dilatih dan dibiasakan sigap & responsif saat berncana hingga tak ada hamburan manusia keluar rumah/gedung saat gempa terjadi. Sudahkan anak-anak Indonesia diajarkan, dilatih, dipraktekkan berulangkali hingga terbiasa mengamalkan nilai Pancasila? Bukankah kebiasaan harus dibangun dengan mengulang-ulang aktivitas? Aktivitas apa yang kita ulang-ulang yang menjadi ekspresi nilai-nilai Pancasila?
Semoga sistem pendidikan, sistem keluarga, sistem pemerintahan dan sistem kehidupan kita lainnya bisa segera sadar akan hal ini. Agar Pancasila tak hanya jargon dan wacana, bahkan ironi bila Pancasila hanya jadi alat gebuk rival politik. Pancasila sumber persatuan, sekaligus kebiasaan dan budaya yang harus kita jadikan landasan perpolitikan dan pembangunan kita. Bila yang di sana tak tulus berkomitmen menjaga Pancasila, mari kita mulai dari diri kita agar masih ada yang waras berpancasila. wallahu’alam bishawab.