AgamaDakwahOpiniWanita PUI

Belajar dari Ibunda Musa AS

Memperingati Hari Ibu 22 Desember 2022

Belajar dari Ibunda Musa AS

Oleh Herliani, M.Ag.

(Ketua II PP Wanita PUI)

Seperti biasanya, tanggal 22 Desember yang ditetapkan sebagai hari ibu media sosial ramai dengan ungkapan pujian sebagai bentuk pemuliaan kepada sosok ibu. Demikian pula foto ibu turut menghiasi dan memeriahkan momen istimewa. Sesaat para ibu tersenyum gembira. Aktifitas keseharian yang tidak nampak, ternyata begitu mendapat perhatian. Ibu yang mengandung, melahirkan, menyusui, mendampingi anak hingga beranjak dewasa dengan pernak-pernik kebutuhan buah hati memang tidak bisa tergantikan.

Namun masih tetap pantaskah sanjungan itu melekat pada ibu-ibu di zaman sekarang? Selain memang seharusnya anak menghormati dan memuliakan, ibu nampaknya perlu introspeksi dan memantaskan diri untuk mulia di hadapan yang Maha Pencipta. Bila mencukupkan dengan cinta, maka cinta itu adalah anugerah Allah.  Cinta itu ada dan sangat kuat. Bahkan karena cinta, ibu rela merasakan sakit fisik asal puteranya dalam kondisi baik dan selamat.  Lalu apa yang diperjuangkan untuk mendapat keridhaan-Nya? Cinta adalah nikmat Allah yang harus disyukuri. Bersyukur dengan cara mengungkapkannya demi mendukung proses pendidikan, karena anak adalah amanah yang kelak akan dipertanggung jawabkan.

Pantaskah ibu yang diberikan nikmat cinta memukul keras balitanya hanya karena merengek minta jajan? Pantaskah ibu berbicara kasar dan memberikan julukan buruk kepada anaknya hanya karena kesal? Atau sebaliknya, pantaskah seorang ibu membiarkan anak bebas menggunakan gadget? Pantaskah memberikan kelonggaran hanya karena hak asasi yang kebablasan? Jangan-jangan kerusakan anak muda berawal dari kekeliruan perlakuan ibu atau ayahnya di rumah.

Selain banyak kasus penyimpangan seksual dengan berbagai ragamnya, beberapa waktu lalu muncul istilah childfree. Childfree adalah istilah untuk orang atau pasangan yang memilih tidak memiliki anak. Keturunan adalah salah satu tujuan pernikahan. Adalah aneh, bila kemudian pasangan suami istri memilih tidak memiliki anak tanpa uzur. Sementara teladan seperti Nabi Ibrahim as dan Nabi Zakaria as tidak putus memohon untuk mendapatkan keturunan dengan harapan anak cucunya menjadi penerus perjuangan.

Hari ibu seyogyanya menjadi momen selain mengingatkan akan kemuliaan ibu, juga momen ibu sendiri untuk introspeksi. Sudahkan menjadi sosok ibu yang Allah kehendaki? Sudahkah amanah anak ditunaikan dengan penuh tanggung jawab?

Ada banyak kisah dalam Al-Qur’an yang menginspirasi, khususnya terkait peran ibu. Di antaranya kisah Istri Imran (ibunda Maryam), Sarah, Hajar, dan Ibunda Musa as. Mereka adalah para wanita yang patut menjadi teladan wanita hari ini dan esok hingga kiamat tiba.

Ibunda Musa as dalam Al-Qur’an

Kisah ibunda Musa as ada di dua tempat dalam Al-Qur’an, yaitu surat Thaha ayat 38-40 dan al-Qashash ayat 7-13.

Surat Thaha Ayat 38-40

Disebutkan dalam kitab Shafwatut Tafasir, bahwa Thaha adalah nama Nabi saw. Namanya dijadikan sebagai nama surat untuk menghibur Nabi as atas penentangan dakwah yang dihadapinya. Surat ini diawali dengan seruan lembut, “Thahaa, Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” Selain  itu, surat ini membeberkan kisah yang mengisyaratkan bahwa penentangan  selalu ada sebagaimana dialami para nabi terdahulu.

Dalam surat ini Allah memberikan kisah Musa as dan kisah Adam as sebagai obyek pelajaran. Khusus ayat 38- 40  Allah membeberkan nikmat kepada Musa as berupa keselamatan dan perlindungan-Nya, serta dikembalikan kepada ibu tercinta. Kisah ini dihidangkan berupa dialog dengan Musa as sebagai mukhatab-nya.

Ibunda Musa as saat itu berada dalam kekhawatiran akan keselamatan puteranya dari kebengisan Firaun yang memutuskan pembunuhan bayi laki-laki di satu tahun dan membiarkan hidup di tahun berikutnya. Demikian seterusnya dan Musa as dilahirkan pada tahun pembantaian bayi laki-laki. Keputusan ini diambil atas dasar takwil mimpi Firaun yang menyebutkan bahwa kekuasaannya kelak akan dijatuhkan anak laki-laki dari Bani Israil.

Allah berfirman,

اِذْ اَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّكَ مَا يُوْحٰىٓ ۙ ٣٨ اَنِ اقْذِفِيْهِ فِى التَّابُوْتِ فَاقْذِفِيْهِ فِى الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِّيْ وَعَدُوٌّ لَّهٗ ۗوَاَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّيْ ەۚ وَلِتُصْنَعَ عَلٰى عَيْنِيْ ۘ ٣٩

“(yaitu) ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu sesuatu yang diilhamkan. (Ilham itu adalah perintah Kami kepada ibumu,) ‘Letakkanlah dia (Musa) di dalam peti, kemudian hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Maka, biarlah (arus) sungai itu membawanya ke tepi. Dia akan diambil oleh (Fir‘aun) musuh-Ku dan musuhnya.’ Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang dari-Ku dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku.”(QS Thaha: 38-39)

Allah mengilhamkan kepada ibunda Musa as untuk memasukkan bayi Musa ke dalam peti dan menghanyutkannya ke sungai Nil. Peti ini akan sampai dan diambil oleh Fir’aun. Namun justru Allah menanamkan rasa cinta. Siapapun yang melihat bayi Musa pasti menyukainya.

اِذْ تَمْشِيْٓ اُخْتُكَ فَتَقُوْلُ هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰى مَنْ يَّكْفُلُهٗ ۗفَرَجَعْنٰكَ اِلٰٓى اُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ ەۗ …

“Ketika saudara perempuanmu berjalan (untuk mengawasi dan mengetahui berita), dia berkata (kepada keluarga Fir‘aun), ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?’ Maka, Kami mengembalikanmu kepada ibumu agar senang hatinya dan tidak bersedih…”(QS Thaha: 38-39)

Saudari Musa as berjalan dan mencari jejak atas perintah ibunya. Sampailah ia di istana dan mendapatkan adiknya tidak mau menyusui dari wanita manapun. Kemudian saudari Musa menawarkan wanita terpercaya untuk menyusuinya yang tidak lain adalah ibunya. Ketika didatangkan, bayi Musa baru mau menyusu. Istri Fir’aun (Asiah) sangat senang dan menawarkan untuk tinggal bersamanya. Ibunda Musa mengatakan tidak kuasa meninggalkan rumah dan anak-anaknya. Ia menawarkan agar bayi dibawa ke rumah dan kapan pun bisa dibawa kembali ke istana. Asiah menyetujuinya. Demikian nikmat yang Allah berikan kepada keluarga Musa as.

Bila ditarik beberapa poin penting dari ayat di atas, yaitu:

  • Perintah Allah kepada ibunda Musa as untuk meletakkan puteranya ke dalam peti dan menghanyutkannya ke sungai
  • Bayi Musa akan diambil Firaun
  • Fir’aun adalah musuh Allah dan musuhnya
  • Allah melimpahkan kasih sayang; siapapun yang melihat bayi Musa pasti menyukai
  • Musa diasuh di bawah pengawasan Allah
  • Saudari Musa mengikuti dan mencari informasi, serta menawarkan ibu susu
  • Allah mengembalikan bayi Musa kepada ibunya agar senang dan tidak bersedih

Surat al-Qashash Ayat 7-13

Surat al-Qashash termasuk surat Makkiyah. Sebagian diturunkan saat Nabi hendak berpisah dengan kota Mekkah menuju Madinah. Ada pilu saat meninggalkan kampung halaman sebagaimana yang dirasakan ibunda Musa as ketika harus berpisah dengan puteranya. Untuk keduanya, Allah menjanjikan akan kembali. Musa as kembali kepada ibunya, sementara Rasulullah saw kembali ke Mekkah dengan membawa kemenangan. Dengan demikian surat ini tentang percaya pada janji Allah  dan yakin bahwa janji itu pasti.

Allah berfirman,

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ ۚاِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ ٧

Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.”(QS al-Qashash: 7)

Di ayat ini ada perintah untuk menyusui bayi Musa. Jika khawatir, diperintahkan untuk menghanyutkannya ke sungai Nil dalam peti. Kemudian dengan tegas menyebutkan janji Allah, yaitu akan dikembalikannya Musa kepada ibunya; bahkan kelak akan menjadi seorang rasul.

فَالْتَقَطَهٗٓ اٰلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُوْنَ لَهُمْ عَدُوًّا وَّحَزَنًاۗ اِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامٰنَ وَجُنُوْدَهُمَا كَانُوْا خٰطِـِٕيْنَ ٨ وَقَالَتِ امْرَاَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّيْ وَلَكَۗ لَا تَقْتُلُوْهُ ۖعَسٰٓى اَنْ يَّنْفَعَنَآ اَوْ نَتَّخِذَهٗ وَلَدًا وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ٩

“Kemudian, keluarga Firʻaun memungutnya agar (kelak) dia menjadi musuh dan (penyebab) kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Firʻaun, Haman, dan bala tentaranya adalah orang-orang salah.(Istri Firʻaun berkata (kepadanya), ‘(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.’ Mereka tidak menyadari (bahwa anak itulah, Musa, yang kelak menjadi sebab kebinasaan mereka).” (QS al-Qashash:8-9)

Ayat ini menyebutkan ungkapan kasih sayang Asiah yang Allah berikan sebagaimana disebutkan di surat Thaha, bahwa semua yang melihat bayi Musa, pasti akan mencintainya.

وَاَصْبَحَ فُؤَادُ اُمِّ مُوْسٰى فٰرِغًاۗ اِنْ كَادَتْ لَتُبْدِيْ بِهٖ لَوْلَآ اَنْ رَّبَطْنَا عَلٰى قَلْبِهَا لِتَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ١٠

“Hati ibu Musa menjadi hampa. Sungguh, hampir saja dia mengungkapkan (bahwa bayi itu adalah anaknya), seandainya Kami tidak meneguhkan hatinya agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah).” (QS al-Qashash: 10)

Disebutkan, bahwa setelah ibunda Musa menghanyutkan puteranya, ada rasa sesal dan khawatir. Ia hampir berteriak meminta tolong untuk mengambil anaknya kembali. Ini adalah tindakan yang dapat membocorkan rahasia bahwa Musa adalah puteranya sendiri. Allah kemudian meneguhkan hatinya agar termasuk orang yang beriman kepada janji Allah.

وَقَالَتْ لِاُخْتِهٖ قُصِّيْهِۗ فَبَصُرَتْ بِهٖ عَنْ جُنُبٍ وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ۙ ١١

“Dia (ibu Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, ‘Ikutilah jejaknya.’ Kemudian, dia melihatnya dari kejauhan, sedangkan mereka (pengikut Firʻaun) tidak menyadarinya. (QS al-Qashash: 11)

Ibunda Musa ingin memastikan kondisi puteranya dengan memerintahkan putrinya untuk mengikuti jejak dan melihatnya dari kejauhan.

۞ وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰٓى اَهْلِ بَيْتٍ يَّكْفُلُوْنَهٗ لَكُمْ وَهُمْ لَهٗ نٰصِحُوْنَ ١٢ فَرَدَدْنٰهُ اِلٰٓى اُمِّهٖ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ اَنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ ࣖ ١٣

“Kami mencegahnya (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(-nya) sebelum (kembali ke pangkuan ibunya). Berkatalah dia (saudara perempuan Musa), “Maukah aku tunjukkan kepadamu keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?” Lalu, Kami mengembalikan dia (Musa) kepada ibunya agar senang hatinya serta tidak bersedih, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.” (QS al-Qashash:12-13)

Ibnu Katsir menyebutkan ketika Musa diselamatkan dari sungai, maka didatangkan para wanita yang akan menyusui, tapi bayi Musa menolak. Kemudian dayang membawa bayi ke pasar untuk mencari wanita yang dikehendaki Musa. Saudari Musa kemudian menawarkan yang sebenarnya ibu dari bayi tersebut. Maka kembalilah Musa kepada ibunya dan ibunda Musa pun bahagia.

Kisah dalam di surat al-Qashash lebih rinci. Di antara detil perbedaannya adalah:

  • Ada perintah kepada ibunda Musa untuk menyusui puteranya serta perintah untuk tidak takut dan sedih
  • Disebutkan janji Allah, yaitu akan dikembalikannya Musa kepada ibunya, bahkan kelak akan menjadi seorang rasul.
  • Musa as akan menjadi musuh Firaun dan pengikutnya
  • Penegasan, bahwa orang-orang yang menjadi penyebab kekhawatiran ibunda Musa yaitu Firaun, Haman dan tentaranya; mereka adalah orang-orang salah
  • Ungkapan istri Firaun (Asiah) agar bayi Musa jangan dibunuh dengan harapan kelak memberikan manfaat atau mengambilnya sebagai anak
  • Firaun dan tentaranya tidak menyadari justru Musa yang akan menjadi sebab kebinasaan mereka
  • Diungkapkan hampanya perasaan ibunda Musa hingga hampir membocorkan rahasia yang kemudian Allah meneguhkannya
  • Di surat al-Qashash disebutkan ibunda Musa memerintahkan putrinya untuk mengikuti peti dan mencari informasi.

Kisah paling banyak dan panjang dalam Al-Qur’an di antara kisah nabi adalah kisah Musa as. Ini menunjukkan perhatian khusus dari Allah terhadap kehidupan Musa as yang patut diambil pelajarannya, selain bahwa kenabian Musa as disepakati umat Islam, Yahudi, dan juga Nasrani.

Di masing-masing episode kisah tersebut, ada daya tarik tersendiri meski dalam tema yang sama. Demikian pula dengan kisah ibunda Musa. Sudut potret surat Thaha dan al-Qashash berbeda, meski obyeknya sama.

Dari kisah di atas, dapat ditarik beberapa poin terkait sosok ibunda Musa as:

  1. Ibunda Musa as merasa khawatir akan keselamatan puteranya
  2. Ketika Allah memberikan perintah, beliau mentaati
  3. Walau dengan rasa sedih karena harus berpisah dengan puteranya, beliau yakin akan perlindungan Allah atas puteranya
  4. Sebagai ikhtiar, ibunda Musa mengirim puterinya untuk mengawasi peti dan mencari berita tentang bayi Musa
  5. Keberanian saudari Musa ke istana tentu buah pendidikan ibunya. Demikian pula dengan kecerdasannya menawarkan wanita yang akan menyusui bayi Musa
  6. Ibunda Musa as merasa sangat senang dan tidak bersedih lagi ketika Allah mengembalikan dan dapat menyusui kembali

Pelajaran Kisah Ibunda Musa

Allah memberikan limpahan rahmatnya kepada diri setiap ibu. Kasih sayangnya terhadap anak melebihi kasih sayang terhadap dirinya. Patut kiranya para wanita memelihara dan menjaga fitrah ini dengan ketaatan sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Perlakuan ibu kepada anak adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah. Demikian pula bingkai pendidikannya. Shalat, puasa bukan sekedar perintah ibu, tapi perintah Allah, sehingga di manapun anak akan terhubung dengan penciptanya. Ibu membantu anak dalam menaati Allah melalui teladan, pembiasaan, dan nasehat.

Boleh jadi dalam kaca mata ibu sebagai manusia terkadang tidak tega menyuruh anak dengan alasan kasihan atau menghargai hak pribadi. Tapi dalam rangka ketaatan kepada Allah, rasa itu harus ditepis justru demi keselamatan. Tidak ada perintah Allah yang menjerumuskan hamba-Nya. Allah telah memberikan batasan yang mengatur kehidupan manusia untuk kebaikan manusia itu sendiri, karena Allah sama sekali tidak membutuhkan makhluk.

Manusia harus berikhtiar, karena diberi akal yang membedakan dengan makhluk lainnya. Keselamatan dan kebahagiaan di dunia harus dijaga, apalagi di akhirat. Untuk mendapat keselamatan dan kebahagiaan itu panduannya kitab Allah sebagaimana doa yang sering diucapkan dalam surat al-Fatihah, yaitu memohon petunjuk ke jalan yang lurus (Al-Qur’an/Islam)

Mendidik anak membutuhkan teladan orang tua. Ketika menginginkan anak yang shalih dan cerdas, maka orang tua yang lebih dahulu melakukan keshalihan dan mencintai ilmu. Bahkan banyak orang ‘alim sengaja memperbanyak ibadah selain memperhatikan kualitasnya agar Allah menjadikan anaknya shalih.

Di antara kebahagiaan ibu teladan adalah bisa selalu bersama anak dan menyusui hingga sempurna 2 tahun. Bukan hanya kualitas ASI yang memang tidak ada padanannya, tapi dekapan itu menghangatkan jiwa. Sangat disayangkan bila momen ini terabaikan dan ibu justru mengambil kesibukan yang tidak prioritas.

Salam tazhim untuk para ibu yang sedang berjuang dalam menggapai ridha Allah melalui pendidikan anak. Semoga momen ini menjadi renungan untuk terus menjadi lebih baik. (2182022)

Related Articles

Back to top button