DakwahOpini

Fokus di Satu Jabatan/Amanah

Coretan AG

Fenomena seorang individu yang memegang dua jabatan ketua/ pengurus dalam organisasi memang terlihat praktis di permukaan. Dalam organisasi berbasis keumatan atau lainnya, langkah ini sering dianggap solusi cepat untuk menyelaraskan visi dan misi. Namun, kenyataannya, memegang dua jabatan sekaligus justru lebih sering menjadi beban daripada berkah.

Bayangkan seorang pemimpin harus bolak-balik antara dua tanggung jawab besar. Keputusan yang diambil untuk satu jabatan hampir pasti memengaruhi yang lain. Ini membuka potensi konflik kepentingan, di mana prioritas salah satu posisi mengorbankan yang lain. Contohnya, seorang ketua bidang dakwah yang juga memimpin ketua sosial mungkin sulit untuk memberikan perhatian yang adil pada kedua peran tersebut.

Selain itu, memegang dua jabatan berarti perhatian pemimpin harus terpecah. Dalam dunia kepemimpinan, fokus adalah segalanya. Bagaimana mungkin seorang pemimpin dapat memberikan yang terbaik jika ia harus membagi pikirannya di antara dua arah yang berbeda? Akhirnya, tugas-tugas yang seharusnya selesai dengan optimal justru tersendat. Fokus yang terpecah ini tidak hanya merugikan pemimpin itu sendiri, tetapi juga organisasi secara keseluruhan.

Dan jangan lupa soal kelelahan. Memikul dua jabatan sama artinya dengan dua kali lipat rapat, keputusan, dan tanggung jawab. Semua itu membutuhkan energi yang sangat besar. Ketika kelelahan melanda, kemampuan pemimpin untuk berpikir strategis menurun drastis, dan organisasi bisa kehilangan arahnya. Jika dibiarkan, situasi ini bukan hanya melelahkan secara fisik, tetapi juga mental.

Lebih jauh lagi, ada dampak jangka panjang yang sering diabaikan, yaitu hambatan regenerasi. Ketika satu orang menguasai terlalu banyak peran, kader-kader muda tidak punya kesempatan untuk berkembang. Ini bukan hanya menghambat kreativitas anggota organisasi, tetapi juga menciptakan ketergantungan yang berbahaya pada satu sosok saja. Dalam organisasi yang sehat, regenerasi adalah kunci keberlanjutan. Kepemimpinan yang didominasi oleh satu orang akan mematikan potensi kader lain untuk tampil.

Dan akhirnya, ada risiko besar lain yang disebut monopoli kekuasaan. Ketika satu orang memegang dua jabatan strategis, ia bisa dianggap terlalu dominan. Kesan ini bisa memicu rasa tidak nyaman di kalangan anggota dan bahkan menimbulkan konflik internal. Padahal, harmoni dalam organisasi sangat bergantung pada rasa saling percaya dan keterbukaan.

Memimpin adalah soal membangun tim, bukan soal mengerjakan semuanya sendiri. Dalam organisasi yang besar, membagi peran dengan jelas adalah langkah bijak, selain membuat aturan jelas pelarangan dua jabatan berbeda. Dengan memberikan ruang bagi kader lain untuk tumbuh, organisasi tidak hanya menjadi lebih dinamis tetapi juga lebih kokoh. Jadi, daripada memegang dua jabatan sekaligus, lebih baik fokus pada satu peran dan lakukan yang terbaik. Satu pemimpin, satu jabatan kepengurusan, hasil maksimal.

 

Ahmad Gabriel (AG)

Petani Amal, 24/1/25

Related Articles

Back to top button