Pesona Rasulullah SAW Sebagai Suami

Penulis: Usth. Hj. Herliani, M.Ag.
(Ketua Umum DPP Wanita PUI)
Berdasarkan laporan service statistique ministériel de la sécurité intérieure (SSMSI), yang berada di bawah Kementerian dalam Negeri Prancis, tercatat peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2023. Ada sekitar 244.000 korban KDRT yang dicatat oleh kepolisian dan gendarmerie. Mirisnya, 85% dari jumlah tersebut adalah korban perempuan.
Di Inggris dan Wales, data dari Office for National Statistics (ONS) menunjukkan tingginya prevalensi KDRT. Disebutkan pada tahun 2023, diperkirakan 7.359.000 orang dewasa berusia 16 hingga 74 tahun mengalami KDRT dalam satu tahun terakhir.
Melihat fenomena tersebut, tidak heran jika dunia saat ini meneriakkan tentang kekerasan dan kejahatan dalam keluarga, bahkan kemudian muncul frase married is scary di media sosial yang dilatarbelakangi narasi pengalaman pernikahan yang menakutkan.
Sejatinya umat Islam tidak masuk gelombang mengerikan ini. Islam memiliki teladan yang mampu menjawab kegelisahan dan tidak dapat dibandingkan manusia lain. Dia adalah sosok sederhana dan bersahaja yang lahir dari keluarga terhormat di Mekkah. Masa kecil hingga dewasa dicintai semua orang. Baru ketika diutus sebagai rasul, ia mendapat tantangan berat dari kaumnya sendiri. Ia adalah Muhammad, Rasulullah Saw, yang setiap tahun di bulan Rabi’ul Awwal umat Islam di Indonesia, bahkan dunia memperingati hari kelahirannya. Ini adalah cerminan cinta umat akan sosoknya. Namun yang lebih penting adalah mengambil hikmah dan keteladanannya untuk menjadi rambu kehidupan.
Teladan dalam Ibadah
Gambaran kesungguhan Rasulullah Saw dalam ibadah cukup ditunjukkan dengan satu riwayat tentang shalat malam. Beliau berdiri (begitu lama) hingga kedua kakinya pecah-pecah. Aisyah ra bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa Engkau melakukan yang demikian ini? Bukankah dosa-dosamu yang telah lalu mau pun yang akan datang telah diampuni?” Rasulullah Saw menjawab,“Wahai Aisyah, tidakkah diriku ini ingin menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Muslim no. 2820)
Shalat malam adalah shalat sunnah yang pernah diwajibkan selama satu tahun. Ini menunjukkan shalat malam bukan hal sepele. Sebaliknya, menunjukkan keutamaan ibadah tersebut. Berkhalwat dengan Allah di malam hari memberikan kekuatan dan bekal di siang hari. Beratnya ujian di siang hari baik terkait pribadi, keluarga, atau di tempat aktifitas menjadi ringan ketika dicurahkan kepada Pemilik semesta alam.
Nabi Saw menegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan disahihkan oleh Al-Albani,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ
“Hendaknya kalian melakukan shalat malam karena shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan mendekatkan kepada Tuhan kalian, menghapus keburukan, serta mencegah dosa.” (HR. Tirmidzi no. 3549)
Memberikan kenyamanan
Suatu saat istri Nabi Saw, Safiyyah binti Huyayy, menangis. Nabi Saw kemudian menghampirinya. Beliau bertanya mengapa ia bersedih. Safiyyah menjelaskan bahwa ia mendengar Hafsah menyebutnya sebagai “putri seorang Yahudi.” Mendengar itu, Nabi Saw menenangkan Safiyyah dengan kata-kata lembut. Beliau mengingatkannya tentang kehormatan garis keturunannya, dengan berkata, “Engkau adalah putri seorang nabi (Harun), pamanmu seorang nabi (Musa), dan kini bersama seorang nabi (Muhammad).”
Wanita membutuhkan rasa aman dan perlindungan. Jika ia dapatkan itu di keluarganya, dari orang terdekatnya, tentu tidak perlu lagi mencari di luar yang dapat menjerumuskan. Rumah sejatinya tempat terbaik untuk wanita.
Lembut dalam menasehati
Aisyah pernah berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Shafiyyah adalah seorang wanita.” Lalu aku mengisyaratkan tanganku seperti ini-seolah-olah aku bermaksud mengatakan pendek. Beliau bersabda, “Sungguh, engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang jika dicampurkan ke dalam air laut, niscaya akan mengubahnya.” (HR At-Tirmidzi no. 2502)
Kisah ini menunjukkan bagaimana Rasulullah Saw menegur dengan penuh kelembutan dan kebijaksanaan. Aisyah mungkin tidak menyadari bahwa isyaratnya bisa melukai perasaan orang lain. Nabi Muhammad Saw memberikan teguran yang sangat mendalam dan bermakna. Beliau tidak mengatakan, “Jangan menjelek-jelekkan Shafiyyah,” atau “Itu perbuatan dosa.” Sebaliknya, beliau menggunakan perumpamaan, “Sungguh, engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang jika dicampurkan ke dalam air laut, niscaya akan mengubahnya.”
Perumpamaan ini mengajarkan beberapa hal. Pertama, perkataan negatif sekecil apa pun memiliki dampak yang sangat besar, seperti setetes racun yang bisa mengubah rasa air laut. Kedua, Rasulullah Saw menyadarkan tanpa menghakimi. Teguran ini tidak membuat Aisyah merasa direndahkan, melainkan membuatnya merenung dan menyadari betapa fatalnya dampak dari perkataan yang buruk. Ketiga, Nabi Saw menjaga hati dan kehormatan Shafiyyah yang menunjukkan bahwa menjaga perasaan sesama muslim jauh lebih penting daripada sekadar bercanda atau mengkritik fisik seseorang.
Romantis kepada Istri
Romantisme Nabi Saw banyak diriwayatkan istri-istrinya setelah hijrah. Di saat yang sama pada masa itu Nabi Saw melakukan peperangan demi peperangan untuk meninggikan kalimah Allah. Usianya saat itu di atas setengah abad. Artinya, usia tidak menyurutkan sifat heroik sekaligus romantis kepada istri di rumah. Namun tentu bukan berarti dengan Khadijah, istri pertama, di Mekkah tidak romantis.
Beberapa contoh romantisnya adalah:
Pertama, memanggil istri dengan nama-nama yang disukai. Aisyah ra kerap dipanggil Humaira (pipi yang kemerahan), Zainab dijuluki Ummul Masakin (ibunya orang-orang miskin) karena kemuliaannya yang selalu membantu mereka. Selain dengan julukan indah, beliau memanggil dengan nada lembut untuk menunjukkan kedekatan. Panggilan-panggilan itu mencerminkan betapa beliau menghormati dan menyayangi istri-istrinya.
Kedua, selalu bersiwak. Aisyah ra ketika ditanya,
بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ؟ قَالَتْ: بِالسِّوَاكِ
“Dengan apa Nabi Muhammad Saw memulai (kegiatannya) ketika beliau masuk ke rumahnya?”(Aisyah) menjawab, “Dengan bersiwak.” (HR Muslim no. 253)
Para ulama sering mengaitkan kebiasaan ini dengan mencium istri ketika masuk rumah. Bersiwak dilakukan untuk memastikan mulutnya bersih dan segar. Ini adalah bentuk penghormatan dan kasih sayangnya, menunjukkan bahwa beliau selalu ingin tampil dalam keadaan terbaik di hadapan istri-istrinya. Kebiasaan ini mengajarkan bahwa cinta dan perhatian tidak hanya diwujudkan dalam kata-kata, tetapi juga dalam perbuatan-perbuatan kecil yang menunjukkan kepedulian. Beliau mengajarkan bahwa menjaga kebersihan diri, terutama untuk orang terdekat, adalah bagian dari adab dan cinta.
Ketiga, membantu istri naik kendaraan. Dikisahkan suatu saat dalam perjalanan, Safiyyah kesulitan untuk naik ke atas untanya. Melihat hal tersebut, Nabi Muhammad Saw dengan penuh kasih sayang dan kerendahan hati duduk berlutut di sisi untanya, kemudian menjadikan pahanya sebagai pijakan untuk Safiyyah naik ke atas unta tersebut. Beliau seorang pemimpin besar, tapi tidak segan untuk membantu istrinya naik kendaraan.
Keempat, menghapus air mata istri. Kisah ini disebutkan dalam perjalanan pulang dari Khaibar bersama Shafiyyah yang baru dinikahi. Shafiyyah menunggangi unta yang lambat, dan karena khawatir tertinggal dari rombongan, ia menangis. Nabi Saw melihatnya dalam keadaan sedih, lalu segera menghampirinya. Beliau mengusap air matanya dengan tangannya yang mulia, lalu menenangkannya dengan kata-kata yang lembut. Pelajarannya, beliau sebagai suami tidak mengabaikan perasaan sedih istrinya, bahkan di tengah perjalanan yang sibuk. Beliau menempatkan kenyamanan emosional istrinya di atas segalanya Ini menunjukkan bahwa mendengarkan dan menguatkan perasaan pasangan adalah hal yang sangat penting. Mengusap air mata istri secara langsung menunjukkan kasih sayang yang tulus, melampaui sekadar ucapan lisan.
Sebagai penutup, kasih sayang dan perhatian Nabi Saw kepada istri tidak mengalahkan ketaatannya kepada Allah. Shalat wajib di mesjid adalah pertama dan utama bagi laki-laki.
عَنْ الْأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِي بَيْتِهِ قَالَتْ كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ
Dari al-Aswad berkata: Aku pernah bertanya kepada ’Aisyah tentang apa yang dikerjakan Nabi Saw ketika berada di rumah.’Aisyah menjawab, “Beliau selalu membantu keluarganya. Jika datang waktu shalat, maka beliau keluar untuk melaksanakannya.” (HR Bukhari: 635)
Semoga bulan mulia ini khususnya kader PUI bersemangat untuk meneladani Rasulullah Saw dan berusaha menjalankan ishlahul’ailah sebagaimana dijelaskan dalam buku syarah intisab yaitu menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Masing-masing anggota keluarga melakukan perannya dalam keluarga. Suami pemimpin di tengah keluarga dan istri adalah tiang negara/tiang kepemimpinan suaminya. Wallahu’alam.



