DakwahOpiniWanita PUI

Ketahanan Keluarga sebagai Fondasi Perlindungan Anak

Refleksi Hari Anak Sedunia Dari Sudut Pandang Ishlahul Tsamaniyah

Oleh Rita Juniarty
Ketua Lembaga Ketahanan Keluarga DPP Wanita PUI

Pendahuluan: Anak, Keluarga, dan Tantangan Zaman

Hari Anak Sedunia setiap tanggal 20 November, mengingatkan kita bahwa masa depan bangsa sesungguhnya sedang tumbuh dalam ruang-ruang keluarga. Di tengah perubahan sosial yang cepat, arus digital yang tak terbendung, serta tekanan ekonomi yang membuat keluarga rentan, anak-anak berada pada persimpangan yang rawan: mereka dituntut menjadi generasi tangguh, namun sering kali tumbuh dalam keluarga yang juga sedang berjuang mempertahankan ketahanannya. Misalnya, rata-rata anak Indonesia menghabiskan 5–7 jam per hari di depan layar, rentan terhadap perundungan digital dan paparan konten negatif.

Pada titik inilah ketahanan keluarga menjadi isu strategis yang tidak dapat ditunda. Sebelum negara hadir dengan kebijakan, sebelum sekolah membentuk pola pembiasaan, anak pertama-tama hidup, belajar, dan menerima makna dunia dari keluarga. Keluarga adalah ruang perlindungan paling awal—baik secara fisik, emosional, moral, maupun sosial. Ketika keluarga kuat, anak terlindungi; ketika rapuh, risiko meningkat berkali lipat.

Dalam konteks inilah Ishlahuts Tsamaniyah—delapan perbaikan yang dirumuskan oleh PUI untuk membangun umat dari level akidah hingga umat—menjadi kerangka refleksi yang relevan. Konsep ini tidak hanya panduan perbaikan umat secara luas, tetapi lensa memahami akar persoalan keluarga: orientasi hidup, pendidikan, relasi, ekonomi, adat, hingga struktur sosial yang membentuk perkembangan anak.

Momentum Hari Anak Sedunia menjadi saat tepat menimbang kembali bagaimana 8 ishlah ini memperkuat ketahanan keluarga sebagai benteng utama perlindungan anak.

1. Ishlahul Akidah: Orientasi Nilai yang Mengokohkan Jiwa Keluarga

Akidah memberikan orientasi hidup yang membuat keluarga memiliki arah jelas. Anak membutuhkan lingkungan stabil secara nilai—tempat ia belajar mengenali dirinya dan memahami tujuan hidup. Dengan akidah yang kuat, keluarga menciptakan atmosfer yang menenangkan dan menjauhkan anak dari pola hidup destruktif. Ketahanan keluarga dimulai dari kokohnya jiwa orang tua.

Rekomendasi praktis : orang tua bisa menanamkan doa harian bersama anak, bercerita kisah teladan Nabi, atau menegaskan makna berbuat baik sehari-hari.

2. Ishlahul Ibadah: Disiplin, Keteladanan, dan Keteraturan Hidup

Ibadah membentuk disiplin harian dan struktur hidup anak. Rutinitas shalat tepat waktu, doa bersama, atau pembiasaan adab dasar menciptakan ritme sehat untuk perkembangan psikologis. Keteladanan dalam ibadah menjadi perlindungan moral yang kuat.

Rekomendasi praktis:: buat jadwal ibadah keluarga, ajak anak membaca doa sebelum makan dan tidur, serta refleksi singkat tentang perilaku baik setiap hari.

3. Ishlahul Tarbiyah: Ruang Tumbuhnya Intelektualitas dan Akhlak

Di tengah banjir informasi digital, pendidikan keluarga adalah filter utama. Keluarga yang tahan memaknai pendidikan sebagai proses bertahap: membangun nalar kritis, kebiasaan belajar, literasi digital, dan dialog sehat. Anak yang tumbuh dalam kultur pendidikan keluarga tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak.

Rekomendasi praktis : buat sesi belajar keluarga 30 menit per hari, batasi gawai sebelum tidur, dan ajak anak berdiskusi tentang pengalaman sekolah atau bacaan mereka.

4. Ishlahul ‘Ailah: Relasi Pengasuhan yang Aman, Hangat, dan Memulihkan

Relasi dalam rumah menentukan apakah ruang aman atau penuh tekanan. Banyak persoalan perlindungan anak muncul dari lemahnya kehadiran emosional orang tua. Ketahanan keluarga tumbuh melalui kelekatan, komunikasi terbuka, konsistensi aturan, dan kasih sayang seimbang. Anak membutuhkan batasan dan pelukan sekaligus.

Rekomendasi praktis : luangkan waktu bermain bersama anak, lakukan check-in emosional setiap hari, dan tetapkan aturan rumah secara konsisten namun fleksibel.

5. Ishlahul ‘Adah: Budaya Tumbuh yang Menyehatkan Identitas Anak

Adat dan budaya bisa menjadi sumber perlindungan atau risiko. Nilai positif seperti gotong royong, sopan santun, dan perayaan kebersamaan memperkuat karakter anak. Sebaliknya, kebiasaan merugikan—kekerasan yang dinormalisasi atau pendorongan pernikahan dini—harus ditinggalkan. Ketahanan keluarga adalah kemampuan menyeleksi budaya yang mendukung anak.

Rekomendasi praktis : ajak anak mengenal tradisi lokal, perkuat kegiatan kebersamaan keluarga, dan diskusikan mana norma yang sehat dan mana yang perlu diperbaiki.

6. Ishlahul Iqtisod: Stabilitas yang Menjamin Kualitas Pengasuhan

Tekanan ekonomi bisa menciptakan konflik rumah tangga yang berdampak langsung pada anak. Perlindungan anak bukan soal kaya atau miskin, tetapi soal pengelolaan keuangan, prioritas, dan keharmonisan keluarga. Stabilitas ekonomi memungkinkan anak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan tumbuh dalam suasana tidak penuh ketegangan.

Rekomendasi praktis : buat anggaran keluarga sederhana, tentukan prioritas kebutuhan anak, ajarkan anak menabung, dan hindari konflik finansial di depan mereka.

7. Ishlahul Mujtama’: Lingkungan Sosial Penopang Ketahanan Keluarga

Anak tumbuh dalam ekosistem sosial. Lingkungan yang tidak kondusif—kekerasan, perundungan, pergaulan bebas—menjadi ancaman besar. Sebaliknya, lingkungan yang mendukung—melalui masjid, sekolah, dan komunitas sehat—menjadi pelindung sosial yang memperkuat keluarga.

Rekomendasi praktis : ikut kegiatan komunitas yang peduli anak, fasilitasi anak mengenal tetangga secara positif, dan ajak bergabung di kegiatan masjid atau sekolah.

8. Ishlahul Ummat: Solidaritas yang Menguatkan Perlindungan Anak

Keluarga tidak berdiri sendiri. Ekosistem umat yang saling peduli—lembaga pendidikan, dakwah, pelayanan sosial—memberikan dukungan moral dan struktural. Dengan solidaritas umat, anak tumbuh dalam atmosfer yang memuliakan kemanusiaannya.

Rekomendasi praktis : libatkan anak dalam kegiatan sosial ringan, mengunjungi panti asuhan, atau program gotong royong.

Penutup: Ketahanan Keluarga adalah Jaring Pengaman Paling Awal

Delapan aspek Islahuts Tsamâniyah menjadi kerangka utuh untuk melihat bagaimana keluarga dapat menciptakan perlindungan kokoh: dari fondasi nilai hingga dukungan sosial. Hari Anak Sedunia mengajak kita menegakkan rumah sebagai pusat pendidikan, benteng perlindungan, dan taman tumbuh bagi anak Indonesia.

Seruan action : setiap keluarga dapat memulai dari satu perbaikan kecil hari ini—memperkuat ibadah bersama, menetapkan jadwal belajar keluarga, atau membangun komunitas RT/RW yang ramah anak. Langkah-langkah sederhana ini adalah investasi nyata bagi generasi masa depan.

Related Articles

Back to top button