DPP Wanita PUI: Pemakaian Jilbab Adalah Hak Asasi yang Dilindungi Konstitusi
PUI.OR.ID, JAKARTA – Ketua Umum DPP Wanita Persatuan Ummat Islam (Wanita PUI), Dra. Hj. Iroh Siti Zahroh MSi, menyampaikan dukungannya terhadap pemakaian jilbab bagi muslimah paskibraka, menyusul polemik yang muncul akibat peraturan terbaru dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Peraturan tersebut mengharuskan anggota paskibraka putri yang mengenakan jilbab untuk melepasnya saat pengukuhan 13 Agustus lalu dan saat upacara pengibaran bendera 17 Agustus nanti, yang jelas menuai kritik dari berbagai kalangan.
Menurut Iroh, pemakaian jilbab adalah salah satu bentuk kebebasan berkehendak (free will) dan merupakan fitrah seorang muslimah. Jilbab tidak hanya simbol keimanan tetapi juga merupakan bentuk konsistensi dalam menjalankan perintah agama Islam.
Lebih jauh lagi, pemakaian jilbab dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara Indonesia.
“Sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan jelas mengatur hak dan kewajiban setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agama mereka. Dengan demikian, memaksakan pelepasan jilbab sama saja dengan melanggar sila pertama Pancasila dan menentang regulasi serta hukum yang berlaku di negara ini,” ujar Iroh.
Ia juga menyoroti pernyataan BPIP yang menilai kebinekaan bisa diwujudkan melalui keseragaman seragam (uniform). Menurutnya, pandangan ini sangat sempit dan bertentangan dengan esensi keberagaman yang dijunjung tinggi dalam Pancasila.
Keputusan BPIP untuk meminta 18 anggota paskibraka putri melepaskan jilbab mereka dianggap sebagai bentuk pemaksaan yang bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama.
“Jilbab bukan hanya identitas seorang muslimah, tetapi juga lambang ketaatan dalam menjalankan ibadah dan keimanan. Oleh karena itu, ketika peraturan dibuat, para pemimpin harus memahami keragaman dari sudut pandang agama. Kebijakan yang melanggar peraturan agama, UUD 1945, maupun Pancasila, seharusnya tidak pernah ada di negeri ini,” tegasnya.
Iroh Siti Zahroh menyerukan kepada pemerintah agar lebih berhati-hati dalam merumuskan peraturan yang menyangkut kepercayaan dan praktik keagamaan.
Menurutnya, menghormati kebinekaan harus dimulai dengan menghargai hak-hak fundamental setiap individu, termasuk hak menjalankan keyakinan agama tanpa paksaan atau diskriminasi.
“Pemakaian jilbab adalah hak asasi yang tidak boleh diganggu gugat. Kami mendesak agar peraturan yang memaksa pelepasan jilbab segera ditinjau ulang demi menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan beragama yang diamanatkan oleh konstitusi dan Pancasila,” tutup Iroh Siti Zahroh.