Opini

Menelaah Literasi Zakat dan Wakaf

Pada pekan terakhir Ramadhan 1441 H, beberapa hari menjelang Idul Fitri, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, bersama Pusat Kajian Strategis BAZNAS dan Badan Wakaf Indonesia, meluncurkan hasil survey Indeks Literasi Zakat (ILZ) dan Indeks Literasi Wakaf (ILW) tahun 2020. Yang menarik dari survey tersebut adalah ternyata tingkat literasi zakat masyarakat berada pada kategori moderat (menengah), dengan nilai 66,78. Sementara tingkat literasi wakaf masyarakat berada pada kategori rendah, dengan nilai 50,48.

Hasil survey ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat Indonesia telah mempraktikkan zakat sejak kedatangan dakwah Islam di tanah air, namun pemahaman masyarakat terhadap zakat secara umum masih berada level moderat, tidak tinggi dan tidak rendah, sebagaimana nilai ILZ yang ada. Demikian pula praktik wakaf yang telah berjalan selama ini, belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh masyarakat. Hal ini dilihat dari skor ILW yang rendah. Ini tentu memberikan feedback yang sangat penting bagi dunia perzakatan dan perwakafan nasional, bahwa syiar dan edukasi dakwah zakat dan wakaf perlu untuk terus ditingkatkan.

Kalau dibedah lebih dalam, pada ILZ, nilai pemahaman dasar tentang zakat berada pada kategori moderat (skor 72,21) dan pemahaman lanjutan tentang zakat berada pada kategori rendah (skor 56,68). Dari pemahaman dasar tentang zakat, skor yang paling tinggi adalah pada variabel pemahaman zakat secara umum (skor 84,38 kategori tinggi) dan variabel pemahaman ashnaf zakat (skor 81,29 kategori tinggi). Adapun skor terendah adalah variabel pemahaman obyek zakat (skor 56,54 kategori rendah).

Hasil ini mengindikasikan bahwa edukasi mengenai konsepsi harta obyek zakat masih memerlukan proses edukasi yang lebih baik. Dinamika perkembangan harta obyek zakat (al-amwal az zakawiyyah) selama ini masih banyak yang belum dipahami oleh masyarakat, terutama pada harta-harta kontemporer, yang berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Munculnya beragam jenis industri dan pekerjaan, dan kewajiban zakat yang muncul atasnya selama memenuhi persyaratan, belum sepenuhnya bisa dipahami dengan baik oleh publik. Padahal potensi zakat dari sumber-sumber baru harta tersebut sangat besar.

Ketika ditelaah lebih dalam mengenai pemahaman lanjutan tentang zakat, maka variabel dengan skor tertinggi adalah pemahaman digital payment zakat (skor 69,27 kategori moderat) dan pemahaman institusi zakat (skor 68,22 kategori moderat). Adapun yang terendah adalah pemahaman regulasi zakat (skor 34,90 kategori rendah).

Data ini menunjukkan bahwa kampanye digital yang dilakukan BAZNAS dan LAZ, walau baru berkembang dalam lima tahun terakhir, ternyata memberikan dampak yang paling besar pada tingkat literasi lanjutan zakat masyarakat. Ini sekaligus mengisyaratkan bahwa literasi digital publik sebenarnya sudah cukup baik sehingga begitu saluran digital ini dimanfaatkan lembaga zakat, publik mudah untuk beradaptasi. Meski sekali lagi, levelnya masih moderat. Demikian pula keberadaan BAZNAS dan LAZ sebagai institusi zakat juga semakin dikenal publik, meski baru pada level menengah. Namun demikian, aspek regulasi ternyata menjadi variabel dengan nilai terendah, dimana ini mengindikasikan bahwa pemahaman publik terhadap regulasi yang ada masih rendah. Sosialisasi dan edukasi regulasi ini menjadi tantangan tersendiri ke depannya.

Adapun dari sisi wakaf, jika ditelaah lebih dalam nilai ILW ini, maka pemahaman dasar tentang wakaf dan pemahaman lanjutan tentang wakaf masyarakat berada pada kategori rendah. Skor pemahaman dasar wakaf adalah 57,67 dan pemahaman lanjutan wakaf adalah 37,97. Tentu ini memberikan tantangan tersendiri bagi para pemangku kepentingan wakaf, karena sebenarnya perkembangan wakaf di Indonesia menunjukkan tren yang semakin meningkat. Bahkan banyak produk inovasi wakaf yang diperkenalkan di Indonesia, seperti wakaf uang, kemudian Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), wakaf polis asuransi dan lain-lain. Bahkan WCP (Waqf Core Principles) yang menjadi panduan pengelolaan wakaf pun juga diinisiasi oleh Indonesia dan mendapat apresiasi dunia. Dinamika pembangunan wakaf yang progresif ternyata belum mendorong literasi wakaf yang lebih baik.

Karena itu, data ILZ dan ILW ini menjadi sangat penting dalam merumuskan kebijakan untuk mengoptimalkan potensi zakat dan wakaf yang besar. Potensi ini hanya bisa direalisasikan secara maksimal ketika tingkat literasi zakat dan wakaf berada pada level yang tinggi. Untuk itu, penulis menyarankan agar BAZNAS dan BWI bersama-sama Kemenag dan seluruh pemangku kepentingan yang ada, termasuk KNEKS, dapat segera merumuskan langkah dan strategi literasi yang efektif, agar pemahaman dasar dan pemahaman lanjutan zakat dan wakaf masyarakat bisa semakin meningkat.

Selain itu, kepada para akademisi, hasil survey ILZ dan ILW 2020 ini membuka ruang yang besar untuk dapat mengembangkan berbagai applied research yang dapat mendorong penguatan zakat dan wakaf ini. Penulis yakin, bahwa nilai dasar ekonomi Islam itu adalah semangat berbagi dan peduli. Kedua nilai ini merupakan antitesa dari ekonomi kapitalis yang berpikir sebaliknya, yaitu mengambil dan egois individualis. Ketika nilai dasar berbagi dan peduli yang ditunjukkan oleh semangat berzakat dan berwakaf ini bisa masuk ke ruang-ruang pemahaman publik, penulis yakin, Indonesia akan muncul menjadi kekuatan ekonomi yang disegani dunia, karena memiliki karakteristik yang unik, yaitu didominasi perekonomian dengan landasan berbagi (sharing-based economy). Persis seperti para sahabat Nabi, dimana mereka mampu menguasai perekonomian dunia saat itu, di atas landasan semangat berbagi dan peduli. Wallaahu a’lam.

Oleh Irfan Syauqi Beik (Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB)

Related Articles

Back to top button